Amora berdiri di samping inkubator. Putranya terlelap, mungil, penuh selang dan kabel. Hati Amora mencair seketika.“Nak, doain ya, semoga hati Mama cocok buat didonorin. Kalau cocok, kita bakal punya uang. Kita bisa keluar dari dari sini, tentunya setelah operasi kamu selesai.”“Kalau uangnya cukup, Mama beliin kamu baju, susu, mainan. Kalau lebih, Mama beli mobil. Jadi taksi online. Kita bisa kerja bareng, nyari uang bareng. Tapi kalau nggak cukup, Mama jadi gojek aja. Tapi, gimana bawa kamu ya kalau hujan, dan panas terik?”Suara Amora makin lirih. Ia tahu semua itu hanya angan. Tapi angan itulah yang membuatnya tetap berdiri hari ini.Pikiran Amora melayang pada rumah sewanya. Rumah yang lebih mirip gudang kosong, sunyi, dan gelap. Letaknya di tengah-tengah ladang, jauh dari tetangga. Saat ia kesakitan menjelang melahirkan, tak ada satu pun orang yang bisa dimintai tolong. Ia berjalan tertatih dengan perut pecah, darah menetes di sepanjang lantai tanah."Jika aku mati di rumah itu
Last Updated : 2025-06-11 Read more