Anak-anak lain hanya menoleh sekilas, nyaris tanpa reaksi. Mereka sudah terbiasa dengan Elina dan buku catatannya—buku bersampul hijau tua yang selalu dibawanya kemana-mana, seperti bagian dari dirinya.Buku itu adalah suaranya, penghubung satu-satunya antara dirinya dan dunia yang tak pernah ia suarakan dengan kata-kata. Namun akhir-akhir ini, buku itu nyaris tak terlihat.Ia lebih banyak diam di bangkunya, tenggelam dalam bayangan sendiri, seperti tak berharap ada yang mendekat, apalagi mengajaknya bermain.Di bawah rindang pohon trembesi yang menaungi sebagian halaman sekolah, angin sore berdesir perlahan, menggoyangkan helaian rambut Elina yang tergerai rapi. Ia duduk di bangku beton yang dingin, menunduk khusyuk, jari-jarinya bergerak cepat di atas halaman kosong.Guratan pensilnya meninggalkan jejak emosi yang dalam.Setelah beberapa saat, Elina mengangkat kepalanya, membalik bukunya, dan dengan tangan sedikit gemetar, menyodorkannya ke
Huling Na-update : 2025-05-26 Magbasa pa