Tepat ketika suara pintu dibanting dari lantai atas menggema ke seluruh rumah, Cempaka menghentikan langkahnya.Suara itu keras, berat, seperti mewakili ledakan emosi yang tidak lagi bisa ditahan. Refleks, ia menengadah, menatap ke arah tangga yang mengarah ke kamar-kamar di lantai dua, sebelum kembali menoleh pada Raka yang berdiri tak jauh dari sana.Wajah Raka tetap datar, nyaris beku. Matanya tidak menampakkan gelombang apa pun, meski dari atas sana jelas-jelas terpancar badai kecil yang baru saja pecah.Ia hanya berkata singkat, datar seperti nada pintu tua yang enggan terbuka, “Tak ada apa-apa. Dia hanya ngambek. Tolong awasi saja dia.”Cempaka mengangguk pelan, postur tubuhnya sedikit membungkuk hormat. “Baik, Tuan.”Namun dalam hatinya, ia mendesah, letih tapi tak terucap.Entah apa lagi yang membuat Nona Elina sekecewa itu. Biasanya, meski Tuan Pradana dingin dan tertutup, Nona tetap sabar. Tapi sore ini... entah. Rumah ini, ah.
Huling Na-update : 2025-06-22 Magbasa pa