Wajah pria itu tampak tegang—seperti tanah kering yang menanti hujan, retak dan penuh tekanan. Sorot matanya berkeliaran tak tentu arah, seolah berharap menemukan jawaban di sela-sela debu yang beterbangan di udara siang itu.Namun akhirnya, matanya tertuju pada Elina. Tatapan tajamnya menusuk, bukan karena marah, tapi karena tak tahu harus bersikap seperti apa."Berhenti menangis," ucapnya pelan, hampir datar. Di kepalanya, itu adalah suara netral—ia pikir itu cukup.Namun di telinga Elina, yang tubuh mungilnya berdiri limbung di tengah halaman rumah yang panas dan berdebu, kata-kata itu menggema seperti cambuk.Hatinya yang sudah rapuh pun retak semakin dalam.Tangisnya meledak, seperti hujan pertama yang memecah langit. Air mata mengalir deras dari matanya yang bulat dan bening, menuruni pipinya yang pucat, menciptakan jejak-jejak basah di kulitnya yang kering terkena angin.Isak tangisnya membuat tubuhnya berguncang. Bahunya naik turun, tangan kecilnya mencengkeram ujung baju, seol
Last Updated : 2025-06-21 Read more