Raka menegang. Sorot matanya meredup, dingin, seperti kaca yang baru saja ditempa es. Rahangnya mengeras, menonjolkan garis wajah yang biasanya tenang namun kini berubah kaku, seolah dipahat oleh sesuatu yang getir.Urat-urat tipis di pelipisnya muncul, menekan kulit dengan tegas, tanda jelas bahwa amarah itu sedang dikekang agar tidak meledak.Ucapan Kirana barusan, tentang Elina, tentang kata “putrimu,” menghantamnya seperti tamparan yang tak ia minta. Luka itu tidak tampak di kulit, tetapi jelas terasa menusuk ke sisi terdalam dirinya, sisi yang paling rapuh dan paling ia sembunyikan.Namun Kirana tampak tak menyadari bahwa ia baru saja menggores dinding yang rapuh itu. Tubuhnya sedikit membungkuk, jemari halusnya bergerak membenahi poni Elina yang menempel di kening.Gerakannya begitu alami, lembut, penuh naluri seorang ibu. Ada ketulusan yang tak bisa disangkal, mengalir tanpa dipaksa.“Kemarilah.”Suara Raka terdengar datar, tapi di balik nadanya terkandung tekanan yang tak bisa
Última atualização : 2025-06-15 Ler mais