Semua Bab Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya: Bab 31 - Bab 40

“Ha? Su—sudah?!”Staf keuangan langsung mengecek dan benar. Ia menerima pembayaran sejumlah Rp 250 juta dari Max.Segera ia mencetak bukti pembayaran dan menyerahkan pada Max. Pandangannya terlihat penuh pertanyaan, tetapi Max tak peduli.Yang terpenting, siang ini ia sudah harus bisa menyerahkan jadwal kuliahnya pada Lucas. Dia yang akan mengurus jadwal magang Max di Louvz Tech nanti.“Trims, Mbak!” seru Max sambil keluar dari ruang tersebut.Dengan langkah besar, Max segera kembali ke ruang administrasi untuk melanjutkan proses mengganti jadwal kuliah.“Bu, sudah saya bayar,” ujar Max dengan nada terengah. “Terima kasih diingatkan tadi. Saya hampir lupa urus bayaran kuliah.”Sang administrator menyambar bukti pembayaran sambil melirik tajam ke arah Max. Seolah tak percaya bahwa mahasiswa yang terkenal sedang kesulitan ekonomi itu bisa membayar tunggakan 3 semester sekaligus.Wanita bertubuh gempal itu membelalakkan matanya ketika melihat sendiri bukti pembayaran itu.“Kau betulan ju

“Anak baru! Kamu ngerjain game Tower of Duck?” sentak sang Manajer.Kali ini, Max bisa melihat nama di kartu karyawan yang menggantung di leher manajernya itu. David Tjandra.“Tower of Duck?” gumam Max mengingat-ingat. “Ducking Tower maksud Bapak? Ini?”Max mengangkat dokumen yang tadi ia pilih. Mengkonfirmasi apakah mereka membahas topik yang sama.David menyabet dokumen itu sambil menggerutu kesal. “Berani-beraninya ngerjain game! Kenapa kau nggak pilih yang lebih sederhana, hm? Kau jangan merusak program yang sudah setengah jalan!”Max heran. Tidak tahu di mana letak kesalahannya. David menyuruhnya mengambil salah satu pekerjaan di atas meja yang ditunjuk dan Max mengikuti perintah itu.Tidak ada larangan yang disebutkan David tadi.“Bapak tadi cuma suruh saya pilih dari meja itu. Saya pilih yang menurut saya bisa dikerjakan.” Max tak suka disalahkan tanpa sebab.David mendengus kesal. “Jadi, maksudmu bikin game begini mudah?! Kami yang sudah lama bekerja di sini saja menghabiskan

“Max, ayo ikut rapat!” Kali ini bukan David yang mengajaknya. Dia adalah Wilson, pria paruh baya yang kemarin sore menolongnya lepas dari pertanyaan David mengenai jam kerja Max.“Ah … apa saya belum perkenalan diri?” tanyanya dengan wajah tak bersalah.Max mengangguk. “Maaf, Pak. Saya belum mencari tahu garis komando di divisi ini.”Alih-alih memarahi, pria yang terlihat santai itu malah tergelak. “Nggak perlu minta maaf, Max. Saya Wilson. General manager divisi programming. Aku baru pulang pelatihan kemarin.”Max membungkuk singkat sambil membalas perkenalan itu. Tak mengulur waktu mereka segera berangkat menuju ruang rapat. “Kudengar kau lah yang membuat game isekai itu?” tanya Wilson dengan pandangan penuh minat. Dengan wajah penuh kebanggaan Max mengangguk. “Benar, Pak. Saya nggak nyangka kalau Chovlox adalah anak perusahaan Louvz.”Wilson terkekeh. “Yeah. Kalau saya nggak kerja di sini, saya juga nggak akan menyangka. Namanya jauh sekali dari kesan Louvz, ‘kan?”Max setuju d

“Max, kau beli mobil?”Bebby menghampiri Max yang sedang menikmati makan sorenya di kantin kampus. Ia mendengar berita itu siang tadi, di kelas Kewarganegaraan.Tiga hari sudah Max memarkir mobil barunya di parkiran lobi. Semua yang melewatinya tak bisa menahan diri untuk tidak menatap mobilnya. Bahkan ada yang tanpa malu berfoto dan mengunggahnya di forum kampus.Tentu saja, Max tidak keberatan. Karena dengan begitu, ia sudah memastikan gosip tersebar dengan baik. Bahwa Max si kacung datang ke kampus mengendarai Mercy. Terkadang, ia sengaja berlama-lama di kampus, demi menjebak si pelaku yang sudah menghancurkan body Rolls Royce kesayangannya. Seperti yang sedang ia lakukan hari ini. “Hai, Beb! Ini hadiah dari turnamen kemarin.” Mau tak mau ,Max berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan bahwa ini hadiah dari salah satu orang tuanya. Semua orang tahu, Max kehilangan orang tuanya 3 tahun lalu.“Wow! Gila juga hadiahnya ya.” Bebby menatap Max, seolah mempertanyakan kebenaran ucapan Max

“Kapan mulai latihan?” tanya Marcel dengan penuh semangat.Max mengundang rekan tim gamersnya ke apartemen. Mereka sudah sepakat akan ikut dalam turnamen PUBG minggu depan.“Aku bisa setiap Jumat-minggu. Tapi malam.” Max kembali mengkonfirmasi jadwalnya. “Aku ada tugas kelompok juga untuk kuliah.”“Kalau begitu, lanjut lah! Kau bilang kau punya ruang buat gaming.”Max mengangguk, ia segera beranjak dari ruang tengah menuju ruang paling ujung. Ia sudah menyulapnya menjadi ruang untuk bermain video game.“Kurasa aku harus beli 3 set lagi. Kurang untuk kita latihan.” Max bergumam pelan, sementara tangannya mendorong pintu ruangan itu.Kelima temannya ternganga melihat ruangan gaming yang dimiliki Max. Benar-benar diatur khusus untuk bermain game secara team.“Terus, kali ini kau mau pakai nama skuad siapa?” Billy menaikkan dua alisnya berkali-kali, memberi isyarat agar Max memilih timnya.Sejak Mommy Pride menang di turnamen MLPP kemarin, Gunawan meraup banyak penggemar. Ia menghasilkan