All Chapters of Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya: Chapter 51 - Chapter 60

“Tuan Max!”Landy terlihat khawatir saat Max pulang dengan wajah lesunya. “Apa rapat tidak berjalan baik?”Max menggeleng. “Semua berjalan mulus. Terlalu mulus malahan.”Sayang, baginya, penutup rapat tadi meninggalkan rasa pahit yang mengganggu. Karena itulah, ia memutuskan untuk pulang ke mansion Mediteranean.“Tuan muda.” Landy kembali berkomentar, “Anda sebaiknya tidak memaksakan diri menyamakan persepsi dengan Tuan Henry.”Max mengangguk paham. Ia seharusnya bertindak layaknya Max seorang mahasiswa.Seharusnya ia langsung saja membawa Wilbert ke dalam ruang kosong dan menghajarnya. Itu lebih baik ketimbang mempermalukan anak itu di depan umum.“Duduklah dulu, Tuan Max. Akan saya buatkan susu hangat.”Landy segera menuju pantri, sementara Max merebahkan diri di atas sofa ruang tamu. Bersamaan dengan itu, Arienna keluar dari kamarnya karena mendengar kericuhan yang ditimbulkan Landy dan Max.“Max? Kau baru pulang?”Max menyingkirkan tangannya yang tadi menutupi wajah dan menyapa sa

“Jangan pura-pura nggak tahu deh!” tukas Alicia semakin kesal.Max cukup lelah dengan berbagai urusan, dan cuitan kasar mereka membuatnya hampir kehilangan kesabaran. Ia menarik napas dalam-dalam kemudian berkata, “Aku mau bicara dengan Bebby.”Melihat Max marah, Giana dan Alicia menepi walau tak rela. Max tak peduli. Yang terpenting baginya adalah bicara dengan Bebby. Terutama soal apa yang ia bicarakan barusan dengan Lucas.“Beb ...,” panggil Max sambil mengetuk pintu kamar. “Aku perlu bicara denganmu.”Max tak lagi mengetuk. Ia menunggu Bebby untuk membuka pintu. Kalau memang gadis itu tak mau menemuinya sekarang, Max merasa tak baik untuk memaksakan apa yang ia inginkan.‘5 menit mungkin,’ batin Max memberi batasan lama ia akan menunggu.Ia mengecek jam tangannya berkali-kali. Dan ketika angka berganti tepat di menit ke-3, terdengar suara pintu dibuka.“Maaf, Max. Aku tadi tidur,” elaknya. “Kenapa kamu balik lagi? Kukira kau tadi pulang.”Bebby terlihat berusaha menahan isakannya.

“CCTV nggak rekam aktivitas apa pun, Max.” Keenan mengeluh kecewa.Max yang menonton rekaman CCTV itu pun menyerah. Tidak ada tanda-tanda seseorang mengusik komputernya. “Tapi bagaimana bisa komputer saya tiba-tiba bersih total dari semua data?”“Kalau mau lanjut, kita bisa pakai profesional.” Keenan mengusulkan. “Mereka bisa mencari jejak seperti sidik jari yang memegang keyboard atau sekitar mejamu.”Namun, Max menolak. “Saya masih bisa kerja dengan back up yang ada. Saya akan melupakan masalah ini.”Keenan menatap Max dan bertanya sekali lagi. “Kau yakin?”Max mengangguk mantap. “Ada banyak kerjaan yang lebih penting ketimbang mengurusi hal kecil yang sudah buntu ini, Pak Keenan. Maaf, saya sudah menghabiskan waktu bapak.”Keenan merangkul Max akrab. “Jangan dipikirkan. Ini mungkin tanda bagimu untuk lebih hati-hati Max. Kerja bagus, kau punya back up.”“Ya. Terima kasih, Pak.”Setelah kejadian itu, Max meminta Landy untuk mencarikannya sebuah kamera pengintai yang tak bisa dikenal

“Ha?!” Dahi Max berkerut keheranan. “Maaf, ibu ini siapa ya?”Semua orang di luar restoran pun mulai mencuri pandang, mengamati diam-diam perdebatan sengit yang dimulai si ibu.“Saya mamanya Bebby! Kamu kan, yang bawa anak saya?! Sampai sekarang dia nggak pulang-pulang!” raung wanita yang ternyata adalah Delia Ramona, ibunda dari Bebby.Max mendengus geli. “Jadi, Anda ibu kandung Bebby yang menutup mata atas ketidakadilan yang menimpa putri ibu? Kenapa ibu nggak diam saja di rumah sama keluarga baru ibu?”“Diam kamu! Tahu apa anak ingusan seperti kamu soal rumah tangga orang lain.”“Setidaknya saya tahu mana yang benar dan mana yang salah!” sentak Max yang sudah sangat murka. “Nggak seperti mereka yang menutup mata demi kenyamanan sendiri!”Mungkin karena kericuhan yang mereka buat, Bebby dan dua sahabatnya keluar untuk mengecek. Ketiga gadis itu terkejut melihat Max tengah berdebat ketat dengan seorang ibu paruh baya.“Max!” seru Bebby mencoba meredakan amarah pria itu.Giana dan Ali

“Hahaha! Grand nggak sangka kamu bakal membongkar kelicikan mereka, Max!” Henry meletakkan cangkir tehnya lagi di atas piring kecil, tertawa penuh kebanggaan. “Kau memborong seluruh poin yang bisa kuberikan, Max. Selama ini belum ada yang bertindak untuk membungkam Monza seperti ini.”Max tersenyum lega. Ia berharap dengan poin ini, bisa menutupi kesalahan dan kekurangan yang sudah ia lakukan sebelumnya.“Pa, kau ke sini pagi-pagi cuma mau ngomongin kerjaan sama Max?” keluh Arienna, tak setuju.Hari sabtu yang cerah. Seharusnya Max libur 4 hari sejak kamis kemarin, tetapi harus terpotong demi konferensi pers kemarin.Dan hasil konferensi itu langsung sampai pada para tetua. Konon katanya, mereka langsung memesan minuman beralkohol terbaik dan minum-minum hingga pagi.Mozart yang baru pulang semalam pun tak berhenti memuji putranya. “Dad juga bangga, Max. Kau bisa melakukan hal seperti ini untuk Louvz. Kurasa dia akan jadi pemimpin yang bijak, Pa.”Henry menepuk-nepuk pundak menantuny