Semua Bab Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya: Bab 11 - Bab 20

Ha! Ha! Ha!Tawa Max pecah ketika membaca komentar di bawah unggahan tersebut. ‘Max ini kenapa sial banget ya. Kemarin masuk video dia ngamuk terus digebukin di pestanya Tiara. Sekarang dia beralih ke tante girang.’‘Minta nomor temennya si tante dong, Max! Jangan enak sendirian!’“Kayaknya aku semakin terkenal.” Max masih saja terkekeh. Mungkin sebulan yang lalu, Max tidak akan bisa setenang ini menghadapi gosip.Paul meninju pelan lengan Max, bergurau. “Yeah. Terkenal karena bikin ulah.”Mereka tergelak. “Tapi kau memangnya benar membelikan babi itu baju mahal, Max?” Yerhan jelas tidak percaya.Max mengangkat bahu. “Aku sudah nggak punya pacar. Uangku banyak sekarang.”Menghindar dari percakapan lebih lanjut, Max segera masuk dan mengunci pintu kamar mandi. Ketiga temannya itu memang terbukti berbeda dari kebanyakan orang. Hanya saja, Max memang tidak berniat memberitahu rahasia jati dirinya untuk saat ini.Sekitar pukul 10, Max memutuskan untuk sarapan di kantin kampus sebelum

“Kau kenal mereka, Max?” bisik Bebby, memasang wajah juteknya. Max menjawab dengan suara sedikit kencang, “Mantan pacarku dan kekasih barunya.”Wajah Tiara terlihat kaget menemukan Max sudah bersama perempuan lain. Ada rasa tak rela, ingin menunjukkan bahwa ia lebih bahagia dengan Darren saat ini. Darren kembali bicara. “Nona, sepertinya kau kena tipu pria ini. Kau bisa berakhir membayari semua makanan ini.”“Aku nggak keberatan!” tantang Bebby, kesal. “Siapapun yang bayar, bukan urusanmu, kan?!”“Hahaha! Kayaknya kau dapat korban ya, Max?!” ledek Darren. Ia tak tahan melihat Max dengan gadis secantik Bebby.“Diam, Darren!” sentak Max dengan suara tertahan. “Aku anggap kau nggak bicara apapun. Pergi sana!”Merasa MAx meremehkan ucapannya, Darren mulai terlihat emosi. “Kau—”“Sayang, sudah jangan urusin dia lagi.” Tiara merengek. “Ayo kita pesan saja.”Darren mengangkat salah satu alisnya, kemudian pergi mengikuti kemauan Tiara. Di saat bersamaan, staf restoran datang untuk menganta

“Tidak, Tuan muda.”Max menahan pertanyaan lanjutannya, sementara Landy menutup pintu mobil dan kembali menyetir. “Lantas, kenapa kepala pelayan Grandpa ada di rumahku?” tanya Max. “Ah … aku nggak bermaksud mengusir, Paman. Hanya saja, kau sudah seperti tak terpisahkan dengan Grandpa Henry.”Mendengar itu Landy terkekeh singkat. “Kalau begitu, Anda perlu sadari, Tuan muda. Tuan besar sangat menyayangi Anda.” Max terkejut mendengar komentar Landy. Ia baru mengenal kakeknya itu sebulan lalu, jadi belum tahu seperti apa perlakuannya terhadap keluarga lain. Landy yang merasa Max kurang percaya dengan ucapannya, menjelaskan kemungkinan alasan di balik sikap Henry Lou yang murah hati itu. “Tuan muda adalah putra dari putri kesayangannya. Saya rasa itu juga yang membuat Tuan besar tidak menyerah dan tetap mengikutsertakan Anda masuk arena perebutan pewaris.”Max terdiam. Ia bisa menerima logika itu. Kemungkinan juga karena hanya Max yang berjuang benar-benar tanpa tahu kalau dirinya teng

“Max, kau mau ke mana?!” seru Paul yang melihat Max berjalan cepat menuju gerbang kampus.Max menoleh dan hanya melambaikan tangan saja. Terlalu jauh untuk berbincang. Max terlalu malas untuk berteriak.Sudah 3 hari sejak Max menerima tantangan. Menurut informasi para pemain MLPP, turnamen akan dimulai bulan depan.Max masih punya cukup waktu untuk bersiap. “Antar ke Valdrya Residence bisa ya, Pak?” ujar Max memberitahu seorang tukang ojek yang sedang berhenti di dekat gerbang kampus. “Boleh!” jawab si tukang ojek sambil memasang helm. “Ayo!”Karena Max butuh tempat untuk berlatih bermain game, ia memutuskan mencari apartemen.Setelah berkendara cukup lama, mereka tiba di depan lobi gedung yang menjulang. “Cari siapa, Mas?” Max dihentikan satpam yang bertugas.“Saya mau tanya-tanya apartemen, Pak.”Dahi satpam itu berkerut sambil memperhatikan penampilan Max, juga motor ojek yang ditumpanginya.“Suruhan majikannya ya, Mas?”Kali ini dahi Max yang berkerut. Namun, karena tak mau mem

“Ini keluaran yang harganya paling murah, Pak.”Seorang sales mobil pria menemani Max melihat-lihat koleksi mereka di ruang pamer.Karena Diana tak punya rekan yang bekerja di gerai Rolls Royce, mau tak mau Max datang dan bertemu sembarang sales.Walau terdengar sopan, sejak tadi pria itu terus saja menghela napas lelah. Membeli mobil tidak bisa sembarangan. Ia juga tidak berniat mengambil tipe yang sama bahkan lebih tinggi dari mobil sang ayah. Jadi. sejak tadi ia sudah mencoba 3 jenis mobil. “Saya coba masuk, bisa?”“Tentu, Pak.” Pria itu segera membukakan pintu mobil. “Silakan!”Max masuk dan duduk di belakang kendali. Dengan teliti ia melihat fitur yang ditawarkan mobil tersebut. “Memang harga nggak bisa bohong. Dad bilang kalau mobil sudah pasti Rolls Royce.” Max mencoba menggerakkan kendalinya dan merasakan kenyamanan yang memuaskan. Tak lama baginya untuk membuat keputusan. “Ini keluaran lama, jadi setidaknya nggak terlalu mencolok.”Karena keputusan sudah dibuat, Max berni