All Chapters of Gairah Panas Atasan Mantan: Chapter 121 - Chapter 130

“Aku harus segera pulang, dua jam lagi harus sudah ada di bandara,” ucap Darren pada Nayla.“Bandara?” Nayla terkejut. Ia melirik jam dinding di ruang tamunya. Pukul 00.45. Tengah malam.Darren mengangguk sambil membetulkan kancing bajunya yang sempat ia buka saat kegiatan panas mereka barusan. Darren seperti baru menemukan air setelah sekian lama tak ada air yang diteguk. Seperti itulah rasanya saat dia berhasil menyentuh istrinya lagi.“Aku ada janji dengan klien di London. Aku akan minta bantuan dia supaya bisa bantu bayarin ganti rugi, biar perusahaan gak sampai dijual. Miris banget hidupku, Nay. Belum juga kaya, udah miskin lagi.” Ia tertawa pelan, tapi tawa itu tidak benar-benar lepas. Lebih terdengar seperti cara menyembunyikan rasa frustasinya.Nayla tahu sedang ada beban besar di kedua pundak pria yang statusnya masih menjadi suaminya ini. Seharusnya Nayla tak ikut mengganggu pria ini dengan putusan gugatan cerai yang akan ia layangkan. Tapi Nayla juga tidak mau egois, ada ba

“Pak Agung,” sapa Darren sambil berdiri dan menjabat tangan pria yang baru saja berhenti di lorong kabin.Pesawat saat itu sudah berada di ketinggian jelajah. Mesin terdengar stabil, dan kabin terasa tenang, jauh berbeda dari pikiran Darren yang beberapa waktu terakhir seperti dihantam badai terus-menerus.Agung mengangguk, senyum ramahnya mengimbangi suasana yang agak canggung. Ia pria seusia Darren, namun di dunia bisnis, namanya sudah tidak asing. Mewarisi usaha keluarga lalu membawanya berkembang pesat, Agung kini dikenal sebagai pemilik perusahaan makanan instan yang ekspornya sudah masuk ke lebih dari 40 negara.“Nggak nyangka bisa ketemu di sini. Tadi saya cuma mau ke toilet,” ujarnya santai.Bayu pun berdiri dan memberi salam sopan. Ia juga mengenal Agung, walau belum pernah berbincang langsung.“Boleh saya tukar tempat duduk sebentar, Bayu?” tanya Agung. “Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Pak Darren. Tapi saya ke toilet dulu, sebentar saja.”“Tentu, Pak. Silakan,” jawa

“Mas, harusnya kamu gak usah ikut ke Puncak. Kamu temenin saja Raja di rumah sebentar, Pak Raka jadi marah kan itu,” ujar Nayla sambil melipat tangan di dada. Suaranya memang terdengar pelan dan lembut, tapi penuh kekesalan. Ia duduk di jok depan, melirik Darren yang tetap fokus pada jalanan.Darren diam beberapa detik, lalu menjawab tenang, “Siapa bilang aku gak diundang? Nih, aku akan hubungi yang punya acara.”Mobil mereka melaju pelan di tengah kepadatan lalu lintas. Saat lampu merah menyala, Darren berhenti. Dengan santai dia mengeluarkan ponselnya dari saku, mencari kontak, lalu menekan tombol hijau sambil mengernyit seperti sedang menyusun strategi.“Halo,” suara dari seberang sambungan telepon terdengar.“Halo, Irwan. Ngomong-ngomong kamu sudah melupakan aku ya? Punya acara besar gak berkabar?” tanya Darren dengan suara yang terlalu percaya diri. Seolah-olah dunia harus ingat dia.Nayla nyaris menepuk jidatnya sendiri. Dalam hati, ia bergumam, Astaga, kok ada orang maksa bange

“Maaaaaas,” desah Nayla lagi, saat tangan sang suami masuk lebih dalam dan mengobok-obok miliknya. Nayla sudah terlentang di atas tempat tidur, sementara bibir pria itu sibuk memberi tanda kepemilikan di atas dada sang istri. Jari tangannya bermain-main di bagian intim istrinya.“Kamu benar-benar sudah basah banget, Nay,” bisik Darren lagi.Ya, Nayla sudah basah. Sangat basah. Itu saja sudah menjadi tanda kalau tubuh Nayla sangat merespon sentuhan suaminya. Keduanya merindukan kegiatan panas ini. Darren mencium bibir istrinya lalu memberi tanda merah di leher sang istri yang gak akan bisa ditutupi oleh Nayla dengan baju apapun.Nayla tak menolak. Karena rasanya sangat nikmat. Sungguh nikmat tak tertahankan.Tangan pria itu mulai melepaskan seluruh penutup tubuh istrinya. Dia juga membuka seluruh pakaiannya.“Boleh aku mulai, sayang?” tanyanya.Nayla mengangguk.Darren mengambil posisi di atas tubuh istrinya. Matanya terpejam saat melakukan penyatuan. Tubuhnya bergerak perlahan maju m

Darren menatap Raka Aditama dari atas sampai bawah. Pandangannya nggak sopan sama sekali, seperti orang yang lagi menilai barang lelang. Raka berdiri dengan ekspresi bingung campur sebal. Pria itu memang tinggi, rapi, dan berkelas. Wajahnya bersih, posturnya atletis. Darren jelas nggak senang. Istrinya bakal satu mobil, duduk dekat-dekatan sama orang yang kelihatannya bisa muncul di iklan parfum mahal.“Apa kita berangkat sekarang, Pak Raka, atau mau ngobrol dulu di dalam?” tanya Darren sok santai. Wajahnya tersenyum jahil, tapi kalimat yang terucap dari mulutnya bikin Raka pengen lempar sandal.“Kita?” Raka mengulang pelan. Alisnya terangkat. Dia bahkan sempat melirik ke kanan dan kiri, memastikan apakah Darren bicara ke dia atau ke orang lain.Darren malah tertawa. Tawa yang semakin menyebalkan. Bukan karena lucu, tapi karena penuh niat mengganggu rencana pria ini.“Tentu saja kita,” jawab Darren dengan ekspresi puas. “Karena saya dan jagoan saya akan numpang sama Pak Raka. Kita ka