Semua Bab Gelora Cinta Istri 1 Miliar: Bab 111 - Bab 120

“Melati? Kau sakit?” tanya pria itu.Sementara aku malah terbengong ditanya oleh pria yang aku tidak mengenalnya. Aku menatapnya dan mencoba mengingat apakah pernah bertemu dengannya?Tapi sepertinya tidak ada sedikitpun memori di otakku yang pernah melihatnya.“Maaf, siapa, ya?” tanyaku sedikit tidak enak karena tidak kenal pria yang bahkan sudah tahu namaku.Kulirik Elis, sepertinya dia juga tidak mengenalnya.“Aku pernah mengundangmu tapi Faris bilang kau harus mengunjungi pamanmu yang sedang sakit. Jadi yang datang malah Faris.” Pria berlesung pipi itu tersenyum mengingatkanku tentang siapa dia.“Oh. Astaga. Anda Pak Tom Lee?” Aku nampak tidak enak diingatkan hal itu.Tentu saja aku tidak kenal dia karena belum bertemu dengannya sama sekali.Tidak tahu juga bagaimana dia sudah mengenaliku?“Maaf, Pak. Saya kurang sopan sekali karena malah tidak mengenal Anda,” ujarku dengan nada sungkan.Perawat di belakangku sudah bertanya, di mana aku dijemput. Dan sebelum dijawab Eis, Iqdam s

 Sempat terlelap sesaat pasca muntah-muntah, aku terbangun karena mendengar ketukan pintu. Hanya kutatap saja pintu itu namun enggan berjingkat. Tak mau saja membuka pintu sehingga ada kemungkinan bertemu dengan pria itu. Tapi, aku penasaran. Benar tidak tadi yang datang itu Bian? Jadinya kukirim pesan pada Elis dan menanyakan perihal itu. [Iya, suamimu yang datang. Tadi sudah coba kusampaikan kau tidak ada. Tapi Dicky malah bilang kau di kamar] Elis membalas pesanku. Mungkin tadi yang mengetuk pintu kamarku adalah Bian. Hingga malam menjelang, aku masih bertahan di dalam kamar. Untung sudah ada amunisi buah dan susu kotak yang kusediakan di kamar. Aku tak butuh apapun lagi di luar kamarku. Sejak tadi menyibukkan diri dengan bermain ponsel. Lihat media social, cari informasi seputar kehamilan, dan lain sebagainya. Hingga tak

~ POV FABIAN ~“Melati?” panggilku mencarinya ketika menyadari aku terbangun di atas ranjang seorang diri.Kusingkap selimut dan bangkit.Kamar sudah rapi setelah tadi berantakan.Barang-barang Melati pun tidak ada.Segera ku periksa kamar mandi.Kosong.Di mana Melati?Membuatku kembali kesal. Bisa-bisanya gadis itu meninggalkanku seperti ini.Setelah membersihkan diri dan menggunakan bajuku, kuputuskan untuk pergi mencarinya. Mudah-mudahan saja dia pulang.Awas saja kalau ternyata dia kembali ke rumah Tom Lee!Hanya saja saat aku mengambil kunci mobilku di nakas, kulihat ponsel Melati tertingal di atas sana.Kuambil benda pipih itu, kebetulan ada panggilan.Dari Elis, temannya.Sepertinya panggilannya tidak berlanjut. Jadi, kuletakkan kembali ke nakas, namun tak sengaja jemariku mengusap layar dan membuka notif pesan.Dia memang sedikit ceroboh. Tidak pernah mengunci ponselnya. Jadi siapapaun bisa mengaksesnya.Padahal Melati juga menggunakan ponsel yang sama untuk urusan bisnis

Aku mengajak Miranda ke Magetan bukan tanpa alasan.Di tempat di mana dia jauh dari mama dan kakaknya, aku akan memanfaatkan ini untuk menunjukan sikap keluarganya yang sangat tidak baik itu.Tidak seharusnya mereka merampas harta pribadiku dan membuatku kalang kabut begini. Harapku aku bisa membuat Miranda bersedia dengan suka rela mengembalikan semua sertifikat yang mamanya bawa.“Nanti Tante Aini bisa jadi tidak menerimamu dengan baik setelah dia tahu apa yang dilakukan Tio. Kau sudah aku beri tahu hal ini sebelumnya, Mir. Tolong jangan menyesal.” Kusampaikan itu karena Miranda tidak memiliki kesabaran tinggi. Takut saja malah dia ngamuk dan membuat suasana lebih runyam.“Aku menyadari itu, Bian. Karenanya aku datang untuk meminta maaf. Kau harus tahu bahwa aku tidak sekedar melakukan ini. Semua ini adalah bukti bahwa aku sungguh-sungguh ingin berubah. Ingin menjadi istrimu yang baik, Bian,” ujar Miranda tak gentar sebelum kami turun dari mobil.Dia tersenyum sembari mengambil sel

“Aku akan berubah Bian. Aku janji tidak lagi membiarkan mama dan Tio menguasaiku. Aku janji akan memperbaiki semuanya. Aku bahkan sudah menerima Melati menjadi maduku. Jadi jangan ceraikan aku, Bian.”Miranda memohon-mohon padaku dengan keseriusannya itu.Aku hanya menghela saja. Meruntuk karena selalu diposisi yang sulit begini. Tegaspun akan terkesan salah karena tak mau memberi kesempatan pada wanita yang sudah beritikad untuk berubah ini.Meski aku tak mudah luluh dengan kesungguhannya itu. Kusimpan saja sendiri dan tak mau banyak berspekulasi. Syukur-syukur kalau memang Miranda benar-benar mau berubah. Jika tidak, akan sangat mudah bagiku untuk melepasnya.Setidaknya, aku sudah jujur bagaimana perasaanku saat ini padanya, juga tentang perasaanku pada Melati. Poin pentingnya adalah Miranda membiarkanku masih bersama Melati. Artinya, tidak akan ada masalah jika aku melegalkan pernikahanku dengan Melati. Bukankah yang selama ini Melati inginkan hanyalah sebuah kepastian pernikahan