Dulu, saat melahirkan Vier, Mas Bian juga seperti ini. Katanya, melihatku berjuang mengeluarkan anak kami membuatnya hampir pingsan. Tapi dia tetap menemaniku, menggenggam tanganku, menguatkan setiap detik. Dan ketika semuanya usai, dia malah tergugu seperti anak kecil, menangis di pelukanku, sampai-sampai harus ditenangkan suster.“Udah tahu perjuanganku begini melahirkan anak-anakmu, nanti kalau masih tega nyakitin perasaanku, awas aja!” gerutuku manja, sekalian menertawakan ketegangannya.“InsyaAllah nggak mungkin, Sayang. Kalau pun nanti aku khilaf, tolong ingatkan aku. Kita saling mengingatkan, ya?” jawabnya serius. Aku nyaris tertawa melihat wajahnya yang tulus tapi kikuk.“Bagaimana kamu masih bisa ketawa?” katanya kesal, tapi aku tahu itu cuma cara dia menutupi rasa takut.“Ya nggak tahu, buktinya bisa, kan? Jadi, Mas Bian jangan panik. Aku malah jadi panik kalau kamu begitu,” ujarku, mencoba menenangkannya. Ia akhirnya menarik napas dalam-dalam, menata perasaannya lagi.Tak la
Terakhir Diperbarui : 2025-10-24 Baca selengkapnya