All Chapters of Alvaro, Sang Penguasa Dunia: Chapter 141 - Chapter 150

Zed bersandar di kursinya dan menyeringai bagaikan pemangsa yang sudah berhasil menangkap mangsanya."Sebaiknya kau mulai tanggalkan pakaianmu. Dasar bajingan miskin! Begitu ahli anggur itu muncul, kau akan berlari telanjang bulat di jalan. Kalau nggak, aku akan pastikan kau jadi cacat seumur hidupmu."Alvaro tersenyum sinis."Kau nggak seharusnya merasa gembira sebelum sesuatu dipastikan. Akan memalukan bagimu untuk menyombongkan diri sedini ini."Sebelum Zed sempat membalas, pintu depan terbuka lebar.Seorang pria berjas rapi bergegas masuk dengan terengah-engah."Dengar-dengar, ada sebotol anggur tua yang menunggu untuk dicoba," katanya dengan mata berbinar penuh semangat."Pak Jaka! Akhirnya kau tiba juga," sapa Zed sambil memintanya mendekat. "Terima kasih sudah datang. Aku butuh konfirmasi darimu."Namun, Jaka bahkan tidak melirik Zed.Dia melihat botol-botol anggur yang terbuka di atas meja dan langsung menghampirinya."Itu Romanée-Conti 2005? Harganya paling nggak 1,7 miliar se

Alvaro bisa dengan mudah merasakan bahwa semua orang di ruangan ini akan mencemoohnya.Keluarga Anggara telah menguasai lingkaran sosial Kota Vilego selama beberapa generasi dengan reputasi yang bersih. Tak heran kerumunan menolak untuk percaya bahwa mereka mungkin berada di situasi yang sulit.Sementara itu, Perusahaan Pembiayaan Verma yang disebut-sebut sebagai salah satu dari sepuluh perusahaan besar telah memamerkan pengaruhnya selama 20 dekade.Orang-orang di ruangan bersikap seolah-olah berinvestasi di sana adalah taruhan teraman selain emas batangan.Melvin tersenyum puas dan menggeleng, seolah-olah baru saja dituduh melakukan kejahatan yang tak terkatakan."Sudah. Dengar dulu, teman-teman," kata Melvin dengan nada malas."Aku nggak paksa kalian untuk beli saham-saham ini, tapi aku pikir aku akan merayakan 'kesempatan' ini bersama kalian semua.""Kalau kalian mau ikut, itu pilihan kalian. Kalau nggak, nggak ada yang akan paksa.""Oh iya, saham Perusahaan Pembiayaan Verma sangat

Jarot menatap Jafar dengan tajam, seakan-akan ada silet yang menancap di leher Jafar."Kau melihatnya dengan mata kepala sendiri?" tanya Jarot dengan suara rendah dan tegas.Jafar menelan ludah. "Nggak, tapi Hengki bilang dia melihat Haris melakukannya," jawabnya.Untuk sesaat, Jarot hanya menatapnya dan denyut nadi Jafar bergemuruh di telinganya.Jafar bersumpah nasibnya hanya tergantung setipis benang di bawah tatapan dingin Jarot.Kemudian, dengan entakan ringan, Jarot berbalik dan melangkah menuju pintu depan rumah besar yang luas itu.Para prajurit telah memaksa Hengki dan Haris berlutut. Mereka gemetaran di bawah tekanan dihakimi Jarot.Jarot berhenti di depan Hengki dan Haris. Suaranya setegas tatapannya. "Kalian ... kalian berdua. Siapa yang membunuh Heri?"Hengki yang bercucuran keringat menunjuk ke arah Haris. "Dia! Haris yang membunuh Bos Heri!"Tatapan Jarot beralih ke Haris. "Jelaskan."Suara Haris terdengar lesu dan lelah."Waktu aku sampai, Heri sudah tergeletak di lanta

Melvin menyerbu masuk ke ruangan. Amarahnya hampir tak terbendung.Jumadi tampak duduk dengan nyaman, diapit oleh Bambang dan beberapa pengawal dari Kota Verma."Melvin, kau datang kemari juga untuk ikut bersenang-senang?" Jumadi menyeringai sambil bersandar di sofa."Jumadi, aku sudah mentransfer uangku. Kau bilang Perusahaan Pembiayaan dan Asuransi Verma akan masuk Kota Vilego, tapi kenapa belum terjadi juga?" tanya Melvin.Jumadi tertawa sembari mengaduk minumannya."Aku janji mereka akan datang, tapi aku nggak pernah bilang mereka datangnya hari ini. Sabarlah, Melvin. Apa kau sudah kehabisan uang? Kudengar bisnis gigolomu sedang berkembang pesat. Para wanita tua itu nggak berhenti menghambur-hamburkan kekayaan mereka padamu."Semua orang di ruangan itu tahu bisnis utama Melvin. Akan tetapi, mendengar Jumadi mengejeknya terasa menyakitkan, terutama karena yang hilang itu adalah uangnya."Kudengar, Jasmin sudah menghentikan ekspansinya. Uangku ... aku mau uangku dikembalikan ....""B

Di luar gedung Keluarga Sarjono."Jasmin," kata Alvaro lembut, "Kau mau kasih Siti kesempatan lagi untuk menyelesaikan kesepakatan dengan Keluarga Kusuma?"Jasmin mengangkat sebelah alis dan menyilangkan tangannya. "Dan ini untuk kepentingan mantan istrimu?"Alvaro menjawab dengan ragu, "Aku melakukannya demi Budi. Aku berjanji padanya akan menyelesaikan masalah ini."Jasmin menatapnya sejenak dan menimbang kata-kata Alvaro. Akhirnya, Jasmin mengembuskan napas dan merilekskan posturnya."Baiklah. Aku akan tunggu sampai mereka meneleponku untuk penandatanganan. Lalu, aku akan menandatangani semuanya secara profesional. Tapi, aku nggak akan kembali ke aula itu, mengingat cara wanita itu memperlakukanku."Rasa lega menyelimuti Alvaro. Dia menggenggam lembut tangan Jasmin. "Terima kasih."...Di dalam kamar mewah pribadi.Aroma wewangian mahal dan perabotan kayu yang dipoles memenuhi udara saat Siti berdiri berhadapan dengan Jumadi. Jantung Siti berdebar kencang.Jumadi duduk santai di kur