Pak Atmaja terkekeh pelan, tapi nadanya lebih seperti helaan napas panjang. Ia meletakkan cangkir tehnya, lalu menatap anak lelakinya dengan sorot penuh makna.“Zayn…” katanya tenang, “Kami bukan menilai seseorang dari gelar atau status, apalagi semata profesi. Bukan juga karena aku dan Pak Wijaya pernah kerja bareng atau jadi teman lama.”Bu Atmaja ikut menimpali, suaranya lembut namun mantap.“Dari awal ketemu Qiana, Mama bisa lihat dia itu gadis yang bisa mengimbangi kamu. Dia sopan, polos, tahu tempat, dan dia sangat ceria, Zayn. Beda banget sama kamu yang cenderung pendiam."Pak Atmaja mengangguk.“Dan Diandra… maaf ya, tapi waktu kamu bawa dia ke rumah dulu… dia datang dengan kepala tegak tapi mata yang meremehkan. Dia terlalu... yakin semua orang harus suka sama dia, tanpa mau berusaha mengenal lebih dulu.”Zayn terdiam. Ia seperti ditarik kembali ke ingatan lama—saat Diandra datang, sedikit terlalu percaya diri, dan memang ada jarak yang tak bisa dijelaskan.“Jadi bukan karena
Last Updated : 2025-08-05 Read more