Langit Jakarta mendung saat Nayla berdiri di balkon apartemennya, memandangi jalanan yang padat dengan cahaya merah lampu kendaraan. Di genggamannya, surat terakhir ibunya yang telah lusuh karena terlalu sering ia baca.Di belakangnya, Raka baru saja meletakkan dua cangkir kopi di meja kecil.“Kalau kamu terus memikirkan dia,” kata Raka pelan, “kamu nggak akan pernah sembuh, Nay.”“Aku nggak bisa berhenti,” jawab Nayla lirih. “Karena setiap luka di tubuh dan jiwaku… itu berasal dari pilihan dia. Dan… mungkin juga karena cinta Ibu padanya.”Dia menatap cangkir kopi, lalu menghela napas dalam.“Rasanya seperti aku hidup untuk mengejar bayangan yang tak pernah bisa aku kalahkan.”⸻Keesokan paginya, Nayla menghadiri acara tahunan LSM Ruang Aman, sebuah forum untuk penyintas perdagangan manusia. Di sana, ia diminta untuk berbicara — sebagai penyintas dan kini juga aktivis yang sedang menyusun buku memoar.Saat berdiri di depan puluhan hadirin, wajahnya tenang, tapi tangan kirinya bergetar
Terakhir Diperbarui : 2025-06-21 Baca selengkapnya