Pak Fandy menutup map dan pergi begitu saja. Tidak berkata sepatah pun. Suara sepatunya menggema di lantai, bukan karena ruangan ini terlalu hening, tapi karena semua orang sedang sibuk mencerna serpihan kejut yang baru saja dilempar ke kepala mereka.Pintu tertutup pelan, tapi rasanya seperti ledakan diam-diam. Meledak ke dalam, bukan ke luar.Ayah duduk lemas, mungkin merasa tak ada lagi upaya mengejar Bunda dan jelas tidak akan ada lagi pelukan buat Tante Nanda. Wajahnya retak bukan secara harfiah, tapi seperti topeng yang tak lagi bisa bertahan di wajah manusia bernama Hanan. Tangannya gemetar, menggenggam udara, seperti mencoba menangkap waktu yang sudah terlanjur lepas.Tante Nanda masih di lantai. Menunduk sambil meremas ujung celana Om Adam, riasan wajahnya hancur seperti badut yang kehabisan lelucon. Om Adam berdiri di depannya, diam, tapi tatapannya tajam. Beku. Tidak penuh amarah, tapi juga jauh dari belas kasih.“Aku mungkin bisa maafin kamu, Nanda,” ucap Om Adam datar. Te
Huling Na-update : 2025-07-06 Magbasa pa