“Sudah cukup kamu menyakiti hati anakku. Sekarang kamu datang-datang bawa luka baru, mau apa lagi kamu, Hanan?”Aku kembali mendekat dan melihat Ayah menunduk. Tubuhnya seperti kehilangan gravitasi, matanya tak sanggup menatap siapa pun. Di titik itu, dia bukan lagi kepala keluarga. Hanya lelaki yang kehilangan harga diri karena meninggalkan semua yang seharusnya dia lindungi.“Nek.” Suaraku nyaris tenggelam di antara napas kami yang tegang. “Biar Ayah bicara dulu, ya. Biar semuanya selesai. Kasih dia waktu sebentar aja.”“Waktu?” Nenek mengerutkan kening. “Setiap senggang, dia pasti pulang kampung sama Nanda. Jadi, waktu seperti apa yang kamu maksud, May?”Aku menelan ludah, menoleh ke arah Ayah yang masih diam. Napasnya berat, punggungnya membungkuk, seperti menahan dunia di atasnya. Kiara berdiri canggung, gelisah, tapi tak bergerak maju.“Nek, biar aku yang hadapi,” ucapku perlahan, mencoba menyelamatkan sisa martabat yang tersisa, “biar aku yang nentuin sendiri apa masih mau deng
Huling Na-update : 2025-07-15 Magbasa pa