All Chapters of Malam Panas Bersama CEO Tampan: Chapter 31 - Chapter 40

Mata Belvina membulat, dia baru keluar dari kamar mandi dan mendapati Dante sudah duduk berselanjar di atas ranjangnya. Sepertinya laki-laki itu baru selesai mandi. Rambutnya terlihat masih basah. Pemandangan ini membuat Dante terlihat begitu menggoda di mata Belvina.Belvina menggelengkan kepala, mengenyahkan pikiran aneh yang baru saja menghinggapi otaknya. “Duduklah, apa kamu tidak lelah terus berdiri di sana?” Dante menepuk ranjang kosong di sampingnya, memerintah Belvina untuk segera naik.Belvina berdehem, pipinya terasa panas entah kenapa. Akhir-akhir ini bahasa tubuhnya memang suka sekali bereaksi aneh, terlebih jika itu menyangkut tentang Dante.“Aku masih harus mengeringkan rambutku.” Belvina berjalan ke arah meja rias. Tangannya dengan cepat mengambil hairdryer. Sebenarnya ini hanya alasan. Dia hanya tidak siap jika harus berada satu ranjang dengan Dante. Mereka masih tidur di kamar yang berbeda sampai detik ini.Dante menarik sudut bibirnya. Bunyi guncang di atas ranjang

“Aku baik-baik saja, sungguh.” Belvina mengatupkan kedua tangannya, memohon pada Dante untuk pulang. Sungguh demi apapun dia sama sekali tidak suka dengan yang namanya rumah sakit. Bau disinfektan yang menyengat, membuat perutnya mual.“Badanmu masih lemas. Kamu juga belum bisa makan dengan baik. Semua makanan yang kamu telan selalu keluar. Dan satu lagi, kamu sering mengalami sakit kepala. Keadaan seperti itu tentu tidak nyaman bagimu. Dan aku tidak mau kamu mengalami itu terus-menerus.”Belvina hanya bisa menghela napas panjang sambil memutar bola matanya jengah. Entah bagaimana bisa seorang Dante yang awalnya begitu cuek dan dingin, tiba-tiba saja berubah cerewet seperti nenek-nenek.“El…?”Alethea yang duduk di kursi tunggu bagian obgyn, menyapa. Ia tersenyum manis seperti biasanya. Di sisi Alethea ada Aldric yang tengah memainkan ponselnya.“Kamu juga akan periksa?” Belvina tersenyum tipis. Matanya melirik sebentar Aldric yang sama sekali tidak melihatnya. Tentu ini bukan masala

“Cih… apa-apaan Isabella itu, mana ada hubungannya orang hamil dengan berpuasa. Aku yakin itu hanya alasan yang dibuat untuk mengerjaiku!” omel Dante sambil mengemudikan mobilnya.Belvina hanya menggelengkan kepala sambil sesekali tersenyum menanggapi omelan Dante. Sejak keluar dari ruang pemeriksaan sampai mereka hampir tiba di rumah, mulut Dante sama sekali tidak berhenti mengomel. Pria itu terus saja mengomentari larangan yang diberikan oleh Isabella tadi. Baginya ini adalah sebuah keuntungan. Meski mereka jarang melakukan hubungan suami istri, tetap saja ini seperti sebuah hadiah baginya.Bukan tidak suka disentuh oleh Dante. Dia hanya merasa hubungan mereka berkembang terlalu cepat. Pernikahan mereka terjadi bukan karena adanya rasa saling ketertarikan. Dia cukup tahu, di zaman modern seperti saat ini orang bisa berbagi kenikmatan tanpa cinta. Setidaknya saat ini dia ingin memperbaiki semuanya, sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. “Lihat saja jika dia terbukti mengerjai

“Kamu juga ada di sini?” Kepala Belvina terlihat celingukan ketika Aldric ada di lokasi yang akan digunakan untuk konser salah satu artisnya. Seingatnya yang bertugas meninjau lokasi adalah Calvin dan Debora. “Calvin, putranya keracunan, jadi dia ijin hari ini,” jawab Aldric. Matanya menatap Belvina, dalam. sudah lama sekali mereka tidak berinteraksi sedekat ini. Sejak memutuskan untuk tidak berhubungan dengan Belvina, dia memang menjaga jarak. Dia ingin menjaga hatinya agar tidak terluka lebih dalam. Penolakan yang diberikan Belvina, terus menggores hatinya. Namun, bukan mendapatkan ketenangan, hatinya malah semakin merindu. Rasa marah, kesal dan cemburunya masih ada untuk Belvina, meski dia tahu bahwa wanita itu bukan lagi miliknya. “Begitu….” Belvina mengangguk-anggukkan kepalanya, bingung harus bersikap bagaimana lagi. Sekarang rasanya begitu canggung saat bersama Aldric. Seperti ada jarak yang memisahkan mereka. “Kalau begitu aku kembali saja ke kantor. Kehadiranmu t

“Kamu yakin istriku baik-baik saja?” Isabella menghela napas jengah. Entah sudah berapa kali Dante terus menanyakan hal yang sama sejak dia menyampaikan hasil pemeriksaannya. Belvina hanya perlu istirahat selama beberapa hari. Guncangan adalah penyebab kenapa ibu hamil itu pingsan dan tak sadarkan diri. “Kamu ingin aku menyampaikan berita buruk atau semacamnya?” Isabella membalik badannya, menatap Dante dengan tatapan jengah. Belvina yang terbaring di atas ranjang pesakitan hanya bisa menggelengkan kepala sambil sesekali tersenyum. Percakapan dua orang di depannya ini sungguh menggelitik hatinya. “Bukan seperti itu, hanya saja apa yang kamu katakan sama sekali tidak sesuai dengan kenyataannya,” protes Dante. Isabella mengerutkan kening. Tidak sesuai kenyataan? Apa maksud ucapan temannya ini. Selama ini dia selalu menyampaikan fakta, bukan sembarangan bicara. “Beberapa waktu lalu kamu mengatakan bahwa aku harus berpuasa karena takut terjadi apa-apa pada si bayi.” “Ta