Lahat ng Kabanata ng Kontrak Cinta Sang Tuan Muda: Kabanata 11 - Kabanata 20

Setelah Rey tidur, Alvaro mengantarku pulang ke kos. Bukan pulang dalam artian tinggal tapi untuk mengemas barang-barang ku. Karena mulai malam ini aku akan pindah ke apartemennya. Rey tidak sendirian melainkan ditemani oleh suster.Sesampainya di kosan aku dikejutkan dengan beberapa orang yang telah mengemas barang-barang ku. Tak perlu bertanya siapa pelakunya sudah pasti Alvaro."Al, kamu suruh orang mengemas barang-barangku dari kapan?!" tanyaku dengan nada kaget bercampur kesal."Dari tadi siang, waktu kita masih di supermarket," jawab Alvaro santai sambil mengecek beberapa kardus yang sudah tersusun rapi. "Aku pikir lebih efisien kalau langsung dikerjakan sama orang yang berpengalaman.""Tapi ini kan barang-barang pribadiku! Harusnya aku yang mengemas sendiri!" protesku sambil membuka salah satu kardus untuk mengecek isinya."Tenang, mereka sudah berpengalaman. Semua barang dikemas dengan hati-hati," kata Alvaro sambil memberi instruksi kepada salah satu petugas untuk lebih berha

Setelah mengantar Rey ke sekolah, aku bergegas menuju rumah sakit. Hari ini jadwal praktek dimulai jam 10 pagi, tapi aku akan visit ke ruangan rawat inap dulu untuk mengecek kondisi pasien-pasien kecil yang sedang dirawat.Perjalanan ke rumah sakit memakan waktu sekitar 30 menit. Aku memanfaatkan waktu di mobil untuk membaca catatan medis beberapa pasien yang akan ku periksa hari ini. Supir yang ditugaskan Alvaro sangat profesional dan mengemudi dengan hati-hati.Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menuju ruang ganti untuk mengenakan jas dokter putihku. Aroma khas rumah sakit dan suara alat-alat medis sudah menjadi bagian dari rutinitas harianku.Visit pagi dimulai dari ruang perawatan anak lantai 3. Aku mengecek kondisi bocah 7 tahun yang sedang menjalani perawatan pneumonia. Ibunya tampak lelah setelah semalam menjaga si kecil."Bagaimana kondisi adek cantik semalam, Bu?" tanyaku sambil memeriksa chart medisnya."Batuknya sudah berkurang, Dok. Tapi masih demam sedikit," jawab ib

Aku menunggu kedatangan Alvaro hingga larut malam. Dia tadi sempat mengirim pesan jika ada undangan makan malam dadakan dari klien yang tidak bisa ditolak. Rey sudah tidur sejak jam 9 malam setelah ku bacakan dongeng kesukaannya. Dia terlihat lebih tenang setelah aku temani sampai benar-benar tertidur pulas. Mungkin karena mimpi buruk tadi sore, dia jadi lebih lengket padaku. Aku duduk di sofa ruang keluarga sambil menonton televisi dengan volume kecil. Sesekali mataku melirik ke arah pintu, menunggu suara kunci yang berputar. Tepat pukul 11 malam, pintu apartemen pun terbuka. Aku yakin itu Alvaro. Suara langkah kakinya yang berat dan pasti terdengar menuju ruang keluarga. Tak lama kemudian dia muncul di ruang keluarga. Jas kerjanya memang sudah dilepas, tapi kemeja putihnya masih terlihat fresh dan celananya tidak kusut. Rambutnya yang biasanya tersisir rapi kini sedikit berantakan, menambah kesan maskulin pada wajahnya. "Maaf aku pulang terlambat. Kliennya ngotot mau bahas kon

Bel apartemen berbunyi tepat saat aku sedang asyik membaca artikel tentang cara mengatasi mimpi buruk pada anak. Aku melirik ke arah Rey yang tertidur pulas di sofa, masih mengenakan baju pesta berwarna biru yang dipakainya ke ulang tahun temannya tadi sore. Wajahnya terlihat lelah tapi damai. Aku bergegas menuju pintu dan mengecek monitor intercom. Di layar terlihat dua orang yang berdiri di depan pintu— seorang pria dan seorang wanita yang tampak seumuran dengan Alvaro, mungkin sedikit lebih muda. Keduanya berpenampilan rapi dan elegan, terlihat seperti orang-orang kalangan atas. "Maaf, dengan siapa ya?" gumamku sambil menekan tombol interkom. "Permisi, ini apartemen Alvaro Asenio Juhar?" tanya pria itu dengan suara yang sopan. "Iya, benar. Tapi Alvaro sedang tidak ada di rumah. Dia ke Bandung untuk urusan pekerjaan," jawabku sambil memperhatikan kedua orang itu melalui monitor. "Oh, kami sepupunya. Saya Mikael dan ini adik saya Mikaila," jawab pria itu sambil tersenyum ramah.

“Al— aku ingin kamu cerita tentang Rey. Garis besarnya saja. Agar aku bisa memutuskan tawaran darimu.”“Bolehkan aku makan malam dulu, Nay. Aku lapar— sejak tadi siang perutku belum kemasukan makanan.”Aku langsung melihat ke arah Jam dinding. Sudah pukul 10 malam dan Alvaro berkata lapar. Dia benar-benar menyebalkan. CEO memang sibuk— tapi apa susahnya sih menyempatkan waktu sejenak untuk mengisi perut. Tanpa berkata apapun, aku langsung berdiri dan menuju ke dapur. Memanaskan lauk yang aku masak tadi pagi. Aku sedikit bersyukur— Alvaro tidak pemilih makanan. Jadi aku tak perlu repot-repot memasak lagi. “Mau minum apa?” Tanyaku ketika Alvaro sudah duduk di meja makan. “Air sehat yang kemarin saja,” jawabnya. Air sehat yang dimaksud adalah infused water. Dan, aku selalu membuatnya setiap hari. Selalu tersedia di dalam lemari es. “Terima kasih,” ujarnya saat sepiring nasi, rendang dan segelas infused water tersaji di meja makan. “Makan yang banyak. Kalau masih kurang bisa tamba