Dua bulan setelah naskahnya selesai, buku pertama Dinda akhirnya resmi terbit. Judulnya sederhana, tapi bermakna: “Luka yang Membentuk Rumah.”Saat peluncuran kecil-kecilan di salah satu toko buku independen, Dinda berdiri di hadapan sekitar tiga puluh orang—beberapa teman dekat, kolega lama, pembaca awal yang datang dari media sosial, dan tentu saja, Rayhan yang duduk di barisan paling depan, merekam semuanya dengan bangga.Suasana sore itu sederhana, persis seperti cinta yang akhirnya Dinda pilih: tenang, tidak berisik, tapi terasa sampai ke dada.Dinda membuka dengan suara sedikit bergetar, “Buku ini bukan tentang perpisahan. Bukan juga tentang luka semata. Tapi tentang bagaimana manusia bisa bangkit, meski remuk. Tentang bagaimana kita bisa mencintai lagi, bahkan setelah patah. Dan… tentang bagaimana kita bisa belajar, bahwa tidak semua yang hilang harus dikejar. Kadang, yang harus kita jaga adalah diri kita sendiri.”Tepuk tangan memenuhi ruangan kecil itu. Mata Dinda sempat basa
Huling Na-update : 2025-07-12 Magbasa pa