Hari itu, Dinda duduk sendirian di sebuah kafe kecil dekat taman kota, tempat yang dulu sempat ia hindari karena terlalu banyak kenangan. Kini, ia kembali — bukan untuk menengok masa lalu, tapi untuk membuktikan bahwa dirinya sudah benar-benar pulih.Di depannya, secangkir matcha latte mengepul pelan. Di tangan kirinya, ada surat tua, surat yang ia temukan beberapa hari lalu di antara tumpukan buku lama di laci apartemennya. Tulisannya khas, huruf-huruf kecil miring yang ia kenal betul. Arsen.Satu surat yang tak pernah ia buka saat itu. Ia terlalu marah. Terlalu patah. Tapi kini, dengan hati yang tenang dan cinta yang tak lagi menuntut, ia membacanya.“Din,Kalau kamu baca ini, mungkin aku sudah nggak ada. Aku nggak tahu kamu masih marah atau sudah bisa maafin aku. Tapi aku pengen bilang, dari semua pilihan hidupku yang berantakan, mencintaimu tetap jadi yang paling benar.Kamu kuat, Din. Bahkan lebih dari yang kamu pikirkan. Dan suatu hari nanti, saat kamu bisa jalan tanpa bayangank
Last Updated : 2025-07-26 Read more