All Chapters of Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin: Chapter 21 - Chapter 30

Natalie tahu betul Denzel selalu punya komentar pedas. Dengan emosi, dia menepis tangan Denzel dan berseru, "Nggak akan!"Denzel menatapnya dengan tatapan penuh makna. "Kalau menolak sekarang, jangan pernah datang memohon kepadaku lagi."Natalie menegaskan, "Aku nggak akan pernah memohon kepadamu sampai mati."Denzel pun tersenyum ringan. Tanpa berkata apaapa, dia kembali ke topik kontrak pinjaman. "Kamu harus tanda tangan ulang kontraknya, ikut denganku."Sebuah Maybach terparkir tak jauh dari sana. Natalie menolak tumpangan dan tetap bersikeras naik bus sambil meminta alamat tujuan.Denzel memperhatikan punggung Natalie yang pergi dengan emosi meledak-ledak. Bibirnya perlahan menyunggingkan senyuman samar. Memang keras kepala.Naik bus memang lebih lambat. Natalie terlambat hampir satu jam saat tiba di kafe yang ditentukan Denzel.Kontrak pun segera ditandatangani ulang, lalu Natalie membanting pulpen ke atas meja. Sakit sekali. Dia tak kuasa menyindir, "Denzel, kamu memang pantas ja

Hati Marlon mencelos. Dia tidak yakin apa maksud Denzel tiba-tiba menyebut soal Karina.Dia segera menenangkan diri dan menyahut dengan tenang, "Rencana belajar ke luar negeri itu sudah ditetapkan sebulan lalu. Aku bicara terus terang saja. Meskipun Karina tunangan Robert, dia bukan perempuan baik-baik.""Dia diam-diam terus mencoba menggodaku. Hari itu di kantor, dia yang mulai duluan. Aku cuma menuruti saja dan main-main sebentar. Kebetulan Robert melihat dan terjadilah masalah. Karena nggak tahu harus berpihak ke siapa, Karina memutuskan untuk pergi ke luar negeri sementara.""Oh, begitu?" Denzel menatap Marlon selama beberapa detik. Tatapannya sangat menusuk, seperti bisa menembus hati orang. Marlon tak berani membalas tatapan itu, jadi menunduk menghindar.Dia mengepalkan tangan yang mulai basah oleh keringat, hendak melanjutkan, tetapi Denzel tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan berbicara dengan nada datar."Kami kekurangan bukti kuat untuk membuktikan Robert dengan sengaja mel

Entah sejak kapan, Denzel sudah kembali. Dia masih mengenakan kemeja hitam yang dipakai saat siang tadi. Wajahnya tetap tampan dan tegas.Tatapannya samar-samar menyapu ke wajah Natalie, sementara ujung bibirnya terangkat sedikit seperti tersenyum. Namun, tatapannya datar, bahkan terasa agak dingin.Jangan-jangan pria ini mendengarnya? Natalie merasa gugup, jadi buru-buru memalingkan wajah. Nada bicaranya agak kaku saat menyapa, "Pak Denzel."Sementara itu, Holly langsung berlari dan memeluk Denzel sambil berseru riang, "Kak, kok hari ini pulangnya cepat banget? Ayo duduk, kita makan bareng. Masakan Kak Natalie enak banget lho!""Oh ya?" Denzel mengalihkan pandangannya dan duduk.Perasaan tidak nyaman di punggung Natalie akhirnya sirna. Dia pun tahu diri, masuk ke dapur untuk mengambilkan satu set alat makan tambahan.Denzel melihat menu yang tersaji, empat lauk dan satu sup. Aromanya menggoda, tampilannya pun menarik. Yang terpenting, tidak ada sedikit pun cabai.Dia mencicipi sedikit

Denzel menatap wajah Natalie. Mungkin karena uap panas, wajah putihnya menjadi agak merah. Bulu matanya tebal dan lentik, matanya jernih. Meskipun tanpa riasan, dia tetap terlihat sangat cantik.Pandangan mata Denzel perlahan turun. Kemeja putih longgar yang dikenakan Natalie hanya sebatas paha, memperlihatkan kulit putih yang mencolok di bawah cahaya redup.Natalie terlihat canggung, menarik-narik ujung baju seolah-olah ingin menutupi lebih banyak. Di sisi lain, mata Denzel tampak suram, jakunnya bergerak sedikit saat menelan ludah. Dia menepuk pelan sisi kosong di sebelahnya."Duduklah. Temani aku nonton film."Natalie bergeming. Dia merasa tidak nyaman karena tidak mengenakan celana dalam. Bagaimana jika Denzel tiba-tiba menerkamnya ....Denzel seperti bisa membaca isi pikirannya. Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis saat bertanya, "Kenapa? Takut dimakan?"Natalie menggigit bibirnya, merasa agak ragu. Namun, dia teringat pada sikap Denzel yang lebih cuek selama beberapa hari ini.

"Kamu ini serakah juga ya." Denzel menggigit rokoknya, pandangannya menyapu wajah Natalie yang putih bersih dengan santai. Tebersit ejekan di matanya.Perempuan ini memang pandai berakting. Sebelumnya sok suci. Giliran soal uang, lihai bukan main. Dia memang jagonya permainan tarik ulur seperti ini.Mata gelap Denzel menatap lekat-lekat. Dia mengembuskan asap rokok dengan tenang, tanpa menunjukkan apakah dirinya setuju atau tidak.Natalie mulai cemas. "Jawab dong, setuju atau nggak?"Denzel menyunggingkan senyuman. Suaranya dingin dan datar. "Dua puluh juta? Kamu kira kamu layak?""Maksudmu apa?""Kamu tahu nggak, di luar sana gimana cewek 20 juta melayani cowok? Semalam kamu cuma rebahan dan menikmati, nggak seperti orang yang lagi melayani. Aku yang capek, aku juga yang keluar uang. Kamu enaknya doang."Denzel mematikan puntung rokok, tertawa pelan. "Lagian, semalam bukannya kamu juga mau?""Kamu ... kamu ...." Natalie menggigit bibir. Jari mungilnya mencengkeram seprai erat-erat, pi