Ruang perawatan VIP di rumah sakit itu seharusnya terasa nyaman, tetapi hari itu atmosfernya berat dan menyesakkan. Varel bersandar lemah di ranjangnya, perban di perutnya di balik piyama rumah sakit menjadi pengingat tumpul akan amarah Dion. Namun, rasa sakit fisiknya tak sebanding dengan kekosongan di hatinya. Di sudut ruangan, Vani, adiknya, dengan telaten mengupas buah apel, sesekali melirik kakaknya dengan cemas. Di sofa dekat jendela, duduklah patriark keluarga mereka, Hendra Dharma. Ia tidak membaca koran, tidak pula memainkan ponsel. Ia hanya duduk diam, tatapannya tajam dan lurus, menciptakan aura dingin yang membuat Varel lebih takut daripada saat menghadapi kemarahan Dion."Makan buahnya, Mas. Biar cepat pulih," ujar Vani lembut, menyodorkan piring berisi potongan apel."Tidak selera, Van," jawab Varel lirih."Harus di paksa, Mas. Bagaimana mau sehat kalau tidak ada tenaga? Bagaimana mau menyelesaikan masalah kalau Mas Varel lemas begini?" Vani mencoba menasihati, nada
Terakhir Diperbarui : 2025-08-13 Baca selengkapnya