All Chapters of Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam: Chapter 51 - Chapter 60

“Aku mohon jangan seperti itu,” pinta Trey. “Kau sedang memohon untuk nyawanya?” Rad kini paham kenapa Trey ada disini. Pria yang seluruh rambutnya hampir memutih itu mengangguk dengan wajah yang masih panik. “Kau sadar jika kesalahannya sangat buruk bukan? Dia mencelakai Duchess dari Valois, membuatnya hampir mati. Sedikit saja kesalahan, Bree akan mati kemarin! Bagaimana mungkin kau sekarang meminta nyawanya diampuni?” Rad tidak pernah menimbang kemungkinan pengampunan. “Aku yakin dia tidak bermaksud seperti itu. Amber hanya tidak memikirkan akibatnya, Rad. Dia hanya ingin iseng karena kesal pada Bree. Aku yakin dia tidak bermaksud untuk menyakiti Bree sampai seperti ini.” Trey mencoba memperhalus kesalahan Amber. “Perbuatan iseng yang sangat berbahaya, dan luka yang dialami Bree jelas tidak ada dalam taraf iseng. Belum lagi bahuku yang sakit.” Rad menyentuh bahunya, kembali berpura-pura sakit. Setidaknya akan menambah nilai salah dari Amber. “Bahu kananmu juga sakit? Aku kir

Bree duduk di bawah pohon yang ada di taman belakang kediaman Basile. Taman itu cukup indah seharusnya. Musim gugur membuat Bree tidak bisa menikmati bunga mekar atau yang lainnya. Tapi tetap ada patung malaikat dan juga tatanan menarik aneka semak perdu yang masih berdaun. Namun, bukan masalah jika pemandangannya buruk, Bree berada di situ bukan untuk menikmati pemandangan. Bree sama sekali tidak memandang sekitar. Hanya duduk bersimpuh di bawah pohon, menatap gundukan tanah yang terletak tidak jauh dari tempatnya duduk. Gundukan tanah baru itu adalah tempat Briar dikuburkan. Tubuh Briar cukup besar, maka gundukan tanah itu menempati area yang cukup luas. Edmond sudah membunuh Briar tadi pagi, dan mereka menguburkannya di situ. Setelah Bree merasa cukup kuat berjalan, dia meminta Aima untuk membawanya ke tempat itu. Dia ingin melihat tempat Briar ‘beristirahat’. Namun, Bree ada di situ bukan untuk menangis. Kesedihannya telah lewat, karena pokok pikirannya telah berganti. Kini be

Aima perlahan membantu Bree duduk di ranjang, lalu menaikkan selimut untuk menutup kakinya. Sementara Bree kembali memejamkan mata, bersandar menikmati bagaimana dunianya berayun, karena kepalanya kembali terasa seperti berputar. “Sudah saatnya Anda minum obat. Saya akan menyiapkan makan terlebih dulu, setelahnya Anda bisa meminum obat.” Setelah mengatakan itu, Aima pergi keluar kamar Begitu Aima menyingkir, barulah Bree melihat jika ternyata di kamar itu dia tidak sendirian. Rad sedang membuka jubah dan mantel yang dipakainya sejak tadi, menyampirkannya ke salah satu kursi. “Kenapa kau ada disini?” tanya Bree. “Kau lupa? Ini juga kamarku!” “Kenapa harus begitu? Sejak kapan?” Bree menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah ini dengan pingsan. Cerita Aima juga tidak menyebut jika Rad akhirnya menempati kamar ini. “Sejak tiba di sini. Aku tidak mungkin meminta dua kamar terpisah bukan? Kau ingin ayahmu curiga?” Bree langsung terdiam. Keadaan ayahnya saat ini sudah cukup bu

“Kau hanya ingin ini? Tidak mati… maksudku kau tak ingin Amber mati?” Trey sedikit tergagap, memproses permintaan Bree, sekaligus menerima kenyataan jika dia tidak jadi kehilangan Amber, terlalu banyak untuk dipikirkan sekaligus. “Tapi aku ingin Ayah berjanji tidak akan pernah membantunya lagi. Ayah akan memperlakukan Amber seperti biasa. Dia tidak akan punya gelar putri seorang Duke lagi.” Trey menyisir rambutnya dengan jari, meresapi segala apa yang dikatakan oleh Bree. “Kau ingin aku mencabut semua keistimewaan dan gelar aristokrat milik Amber?” Trey menatap Bree yang mengangguk perlahan. “Aku ingin dia menjadi pelayan kelas rendah seperti yang lain, biasa, normal, tidak ada yang istimewa. Ayah ingin dia tetap hidup, maka dia tetap hidup. Tapi aku tidak bisa membiarkan yang berada di penjara, karena pasti semua orang akan memperlakukannya dengan istimewa.” Dan Trey bungkam atas pernyataan itu, karena benar adanya. Semua penjaga kastil mengenal Amber. Dia tidak akan mend

Bree berjalan keluar dari kediaman Basile dengan langkah yang sedikit lesu. Dia gembira akhirnya bisa sehat dan pulang, tapi tidak bersemangat. Tentu saja karena dia tak lagi bisa menunggang kuda saat pulang. Bree akan naik kereta yang kemarin dipakai oleh Amber. Amber sendiri akan naik kereta yang memang khusus untuk tahanan. Kereta kayu yang hanya berbentuk kotak, dengan jendela kecil berjeruji pada pintu di belakang. Dan tentu kereta itu akan ada di bagian belakang juga. Dan Bree sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Dia hanya tahu jika sekarang perjalanannya akan membosankan. “Duchess.” Elaine menyambut Bree saat dia sampai di pintu keluar, sudah bersiap untuk mengantarnya pergi. “Saya sudah berharap Anda akan tinggal lebih lama lagi,” kata Elaine, dengan wajah kecewa. “Tidak begitu, Elaine. Aku tidak mungkin merepotkanmu lebih lama lagi.” Bree menggeleng pelan. “Sama sekali tidak. Saya tidak merasa direpotkan Duchess. Dan saya gembira punya teman mengobrol.” Bree ters