Suara hujan rintik-rintik mulai menempel di kaca jendela taksi, meninggalkan jejak yang tak berkesudahan. Meski tak turun dengan deras, tapi mampu membasahi bumi yang butuh siraman. Aku dan Fatih duduk bersebelahan tanpa kata, hanya saling menggenggam erat. Masih terasa panas emosinya, dingin tangannya, dan tarikan napas panjang yang tidak berhasil ia sembunyikan.Fatih menatap lurus ke depan, rahangnya mengeras. Sesekali ia menunduk, seolah belum percaya rekaman yang baru saja ia dengar.“Ma…” suaranya rendah, hampir pecah. “Aku benar-benar nggak tahu dia selama ini mikir sejauh itu.”“Aku tahu.” Aku menyandarkan kepala ke bahunya. “Kamu nggak salah.”Fatih mencium ubun-ubunku singkat, namun tatapannya masih gelap.Taksi melaju pelan. Sopir di depan memutar musik lawas, membuat suasana semakin murung.Belum sempat Fatih membuka suara lagi, ponselnya bergetar keras di saku jasnya. Ia melihat layar, nama Pramudya terpampang jelas.Fatih menghela napas. “Sepertinya ini penting. Aku ang
Last Updated : 2025-11-30 Read more