All Chapters of Jangan Menangis, Nona! Tuan Muda Akan Memanjakanmu : Chapter 111 - Chapter 120

“Kenapa Kak Damien malah mencari perempuan lain?” Giselle selangkah maju, menggebu-gebu dalam bertanya. Matanya terlihat merah dan berkabut kala bersirobok dengan Damien yang tampak enggan untuk memberi tanggapan. “Ah—tapi karena Kak Damien menyebutkan namanya, biar aku tanya sekalian. Apa yang kamu dan Samantha lakukan di sini tanpa memberitahuku?” Damien tak menjawab, ayahnya Giselle—Tuan Argust—segera bertindak dengan tidak berdiam diri di belakang anak perempuannya. “Bersikaplah yang baik, Giselle!” tegur beliau. “Tuan Muda baru bangun, apa pantas kamu sudah menanyakan hal seperti itu!” “Apa pantas juga pria yang sudah bisa disebut sebagai calon suamiku diam-diam pergi ke luar kota bersama—“ “Bukankah Nona Giselle sudah mendengarnya kemarin?” sela Giovanni, alis pemuda itu berkerut cukup dalam sewaktu menyela kalimatnya. “Tuan Damien dan Nona Samantha punya keperluan berbeda di Altona.” Giselle sedikit memalingkan wajahnya, sementara Damien merasa ia tak perlu mendengar semu

Samantha menarik tangannya dari Damien, tetapi sedetik hal itu ia lakukan, Damien menahannya dengan hebat. Mencengkeram jemari Samantha, membuat mereka terus bergandengan. Mengingat Damien baru saja bangun, Samantha memilih untuk tidak melakukan tarik ulur. Ia mengalah dan membiarkan Damien menggenggam tangannya seperti ini. Samantha takut Damien kesakitan mengingat di lengannya yang lain selang infus masih menggantung, menusuk kulit menyalurkan obat-obatan. Samantha menghela dalam napasnya, ia hendak menjawab Damien sebelum pintu ruangan terbuka dan muncullah beberapa orang perawat pria dan wanita yang datang dari luar. Untuk beberapa saat langkah mereka tertahan, ragu akan keberadaan Samantha yang ada di dalam sebelum mereka menunduk dan menyapa. “Selamat malam.” Salah seorang perawat wanita mendekat dan mengatakan bahwa Damien harus menghabiskan makan malamnya. “Kami membawa makan malam dan obat yang harus dihabiskan oleh Pak Damien,” ucapnya, menunjuk pada trolley yang tiba

Dion Moreno, pria itu datang ke Berlin bukan atas keinginannya sendiri, melainkan karena ia harus menepati kesepakatannya dengan Damien. Dion mendatangi Giselle bukan sebatas karena ada yang harus diselesaikan oleh pria itu. Tapi karena ia terikat perjanjian dengan Damien. Ini terjadi setelah Damien mengetahui hal buruk yang dilakukan oleh Giselle selama gadis itu menyelesaikan pendidikannya di Manchester. .... Kembali pada hari di mana Damien usai menghancurkan cermin yang ada di wastafel kamar mandinya .... Damien menuruni undakan tangga untuk bersiap pergi ke Drexon seperti biasa. Wajah cerah Giovanni menyambutnya dengan seulas senyum dan sapa kala kepalanya tertunduk. “Selamat pagi, Tuan Damien.” “Pagi, Gio.” “Anda sudah mengganti perban di tangan yang luka semalam?” tanya pemuda itu, manik hitamnya tertuju pada tangan Damien yang berbalut perban. “Haruskah diganti?” tanya balik Damien. “Tidak perlu, tapi jawaban itu ditujukan kalau Anda ingin jari-jari itu membusuk.” D

“Kamu pikir siapa kamu sampai membandingkan dirimu dengan Damien?” Giselle menepis tangan pria itu hingga terlempar menjauh dari dagunya. “Bukankah kamu seharusnya tahu?” Dion tertawa kecil, manik hitamnya memindai mata Giselle yang mengembun. “Aku adalah pria yang membawa semua rahasiamu, Giselle. Aku buka mulut, maka seluruh reputasi baikmu sebagai putri manis Keluarga Braun akan hancur.” “Jangan pernah kamu buka mulutmu itu!” “Kalau begitu ayo buat kesepakatan! Aku tutup mulutku, tapi batalkan pertunanganmu dengan Damien,” tawar Dion. Tangannya yang baru saja dilempar Giselle menjauh kini tiba di pipinya lagi, Dion menyelipkan rambut panjang Giselle ke belakang telinga. “Aku memang jauh dari Damien, tapi untuk memberimu kebahagiaan ... aku bisa lakukan itu. Kamu tahu kalau aku adalah pelukis dan kurator yang hebat dulu selama di Inggris. Tidak seperti pekerjaan lain yang bisa tenggelam setelah orangnya terkena skandal, aku tidak begitu. Penikmat seni selalu mencariku, a

‘Siapa maksudnya?’ tanya Samantha dalam hati. Pandangan Damien yang mengarah padanya ini, apakah Damien ingin mengatakan padanya bahwa dirinyalah perempuan itu? Mengingat Samantha memiliki inisial yang sama dengan tato yang terukir di dada sebelah kirinya itu, inisial yang sama pula dengan Seraphina Claudine si adik perempuan Damien. SC untuk Samantha Celestine? ‘Tidak,’ tepis Samantha. ‘Jangan terlalu percaya diri begitu, Samantha!’ Samantha menunduk, menghindari iris biru Damien kemudian menjawab, “Wah ... perempuan itu pasti akan jadi perempuan yang sangat beruntung karena namanya abadi di dada Anda, Tuan Damien.” Meski tak lagi saling bertatapan, Samantha bisa mendengar tawa pria itu. Ia meletakkan pakaian Damien yang baru di lepasnya itu di sandaran kursi. Meraih pakaian pasien yang baru dan membantu Damien mengenakannya dengan hati-hati. Samantha mencuri pandang pada dada Damien yang terbalut oleh perban. Entah berapa jahitan yang diterimanya tetapi sepertinya itu sudah m