Ada jeda panjang setelah pengakuan itu. Jannah tidak sedang merendahkan diri. Ia hanya jujur. Rasa sakit yang dideritanya setiap hari membuatnya nyaris tak bisa bergerak cepat, apalagi menyelamatkan nyawa.Afgan memutar tubuhnya, menatap Jannah dari sisi.“Itulah kenapa kamu harus sembuh.”Kata-kata itu sederhana, tapi entah kenapa menyentuh sangat dalam. Seperti membuka pintu yang sudah lama tertutup. Jannah menunduk, kedua matanya penuh, lalu pecah menjadi isak kecil.“Aku lelah, Afgan…” bisiknya.Tanpa banyak kata, Afgan mendekat dan memeluknya. Sebuah pelukan ringan, hangat, penuh dukungan.Afgan merangkul pundak Jannah seolah sedang memberi kekuatan seraya berucap, "pengorbanannya cukup besar. Kondisi fisiknya lebih rumit dari yang kita lihat, dia...""Apa maksudmu?" Jannah menatap Afgan dalam-dalam.Namun, jawaban Afgan tak terucap karena dari belakang mereka, suara langkah terdengar. Deon m
Terakhir Diperbarui : 2025-07-28 Baca selengkapnya