Arif, seorang CEO yang profesional, mengerti betul tentang tanggung jawab sebagai tenaga medis. Ia duduk di ruang tunggu VIP, memegang cangkir kopi, membiarkan dirinya menunggu. Ia mengamati kesibukan rumah sakit, menggunakan waktu untuk mengatur strateginya. Ia tidak akan menyerang; ia akan bertanya dengan logis, seperti yang telah diajarkan Livia.Setelah pasien terakhir selesai dan pintu tertutup, Rayhan segera meminta asistennya membersihkan ruangan. Ia merapikan meja, memastikan ruang praktik yang steril itu siap menjadi arena konfrontasi mereka.“Arif, masuklah,” panggil Rayhan, suaranya kembali ramah seperti seorang sahabat lama.Arif masuk. Ia mengenakan setelan jas bisnis yang rapi, menunjukkan bahwa ia datang bukan sebagai sahabat yang emosional, melainkan sebagai pebisnis yang menuntut kejelasan.Rayhan berdiri, tersenyum lebar, dan mengulurkan tangan. Mereka berjabat tangan. Jabat tangan itu terasa erat, formal, dan dingin, berbeda dengan kehangatan persahabatan merek
Last Updated : 2025-11-04 Read more