Hati Alesha mencelos. Kata-kata itu menusuk dalam, membuat pertahanannya goyah. Air matanya menggenang, tapi ia buru-buru memalingkan wajah.Tidak lama setelah suster mengantar obat, dokter jaga datang memeriksa kondisi Alesha. Rayhan ikut berdiri di samping ranjang, menjawab sebagian pertanyaan dengan nada klinis. Tapi tatapan matanya pada Alesha tak pernah biasa—penuh kehangatan dan kepemilikan.“Tekanan darah sudah stabil. Kalau tidak ada keluhan tambahan, kemungkinan besok bisa dipulangkan,” kata dokter jaga.Alesha mengangguk. “Terima kasih, Dok.”Rayhan menepuk bahunya lembut, seakan menegaskan, aku yang akan urus semuanya.Saat dokter keluar, Alesha langsung menarik napas lega. “Kalau Papa tahu aku cepat sembuh, dia pasti lega.”Rayhan menoleh, menatapnya penuh arti. “Bukan cuma Papa. Aku juga.”“Aku tahu,” bisik Alesha. “Tapi … kalau terus begini, Om, aku takut … kita terlalu jauh.”Rayhan mendekat, matanya membara. “Sudah terlalu jauh dari awal, Lesha. Dan aku nggak menyesal
Terakhir Diperbarui : 2025-09-14 Baca selengkapnya