“Om …,” desah Alesha di antara ciuman, setengah memohon, setengah menyerah.Rayhan menatapnya sebentar, matanya dipenuhi hasrat. “Aku tidak akan menyakitimu,” katanya. “Percayalah padaku.”Waktu berjalan lambat. Lampu temaram ruang apartemen seolah ikut menonton, memantulkan bayangan tubuh mereka yang saling bertaut di sofa.Rayhan mencumbu Alesha dengan kesabaran luar biasa. Ia tahu wanita itu butuh waktu, butuh rasa aman. Maka setiap ciuman, setiap sentuhan, adalah janji—bahwa ia ada di sana bukan hanya untuk menyalakan api, tapi juga untuk menahannya agar tidak membakar habis.Alesha merasakan rok mininya sedikit tersingkap ketika Rayhan menyelipkan tangan ke pahanya. Sentuhan itu membuatnya melengkung, punggungnya terangkat dari sofa. Nafasnya tak karuan, dadanya naik-turun cepat.“Ahhh …,” erangnya lagi, kali ini lebih jelas, lebih berani.Rayhan tersenyum samar, lalu menunduk, menyerap semua desah itu dengan ciuman baru. Ia tak perlu kata-kata—suara Alesha adalah musik yang pali
Last Updated : 2025-09-23 Read more