Ana merasakan tatapan Leon. Jantungnya berdentum kencang, panas menjalar ke wajahnya. “Tu-tuan,” bisiknya nyaris tak terdengar, jemarinya berusaha menutup kembali kain gaunnya.Leon segera mengerjapkan mata, tersadar dari lamunannya. Ia mengembuskan napas dalam-dalam, memaksa dirinya menatap tanda itu, bukan pada kulit mulusnya. “Jadi, ini buktinya,” ucapnya pelan, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya. “Tanda kelahiran Wendsley.”Ana menggigit bibir, menunduk makin dalam. “Aku tidak tahu apakah itu benar. Tapi… tanda ini sudah ada sejak aku bayi.”Leon menahan diri untuk tidak mengulurkan tangan. Ingin rasanya memastikan dengan jemari, namun ia menekannya hingga sendi-sendi tangannya terasa kaku. “Ana,” suaranya melembut, namun masih sarat ketegangan. “Ini bukan sekadar kebetulan.”Ana menatapnya, mata mereka bertemu.Leon menelan saliva, menunduk sedikit hingga wajahnya hanya sejengkal dari Ana. “Kau sungguh tak tahu siapa orang tuamu?”Ana menggeleng pelan. “Itulah kenapa ak
Huling Na-update : 2025-09-24 Magbasa pa