Semua Bab Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan: Bab 71 - Bab 80

Malam itu, Puspa akhirnya bisa tidur dengan tenang. Selama di Kota Kasnar, selain sibuk dengan urusan pekerjaan, Guru Zean juga menyempatkan diri bertemu beberapa sahabat lamanya. Kebetulan, salah satu dari mereka sedang merayakan ulang tahun, dan Puspa pun ikut menemani bersama Wilson. Di pesta ulang tahun itu, Puspa kembali bertemu dengan Indra setelah beberapa hari nggak bertemu. Ia tahu Kota Kasnar nggak besar, tapi rasanya nggak harus sekecil ini sampai-sampai di mana pun ia pergi, sosok pria itu selalu muncul. Bahkan, tuan rumah pesta ini pun, Indra kenal. Dan kebetulan karena jarak mereka nggak jauh, Puspa bisa mendengar percakapan mereka.Tuan rumah tertawa sambil menyapa, “Dulu aku dengar kamu sudah menikah, tapi belum sempat ketemu. Ini istrimu, ya?”Orang yang dimaksud tentu saja, wanita di samping Indra, Wulan. Puspa mendengar Wulan tersenyum menyapa balik. Tapi nggak ada bantahan dari Indra. Nggak sepatah kata pun. Bulu mata Puspa bergetar. Jadi, di hadapan orang lai

Orang bilang suami yang menyimpan rahasia di hatinya, biasanya akan pulang dengan sikap lebih lembut dan penuh perhatian, sebagai bentuk pelunasan rasa bersalah. Awalnya, Puspa tak percaya Indra tipe pria seperti itu. Namun kenyataannya, ia lakukan hal itu juga. Indra mendatangkan seorang dokter spesialis ternama untuk neneknya. Dokter itu bukan orang sembarangan, seorang ahli internasional di bidang medis, dikenal sebagai “Dewa Pengobatan” untuk penyakit-penyakit langka dan sulit disembuhkan. Saat Puspa akhirnya bertemu dengannya. Tampak seorang pria paruh baya, berwibawa, dan penuh ketenangan. Namanya Dokter Malik Desta.Setelah pemeriksaan menyeluruh, Dokter Malik menatap Puspa dan berkata pelan, "Maaf, aku nggak bisa sembuhkan dia."Meski sebenarnya Puspa sudah duga bahwa harapan itu tipis, tetap saja, mendengar kata-kata itu seperti menelan batu besar. Berat. Dingin. Sejak neneknya jatuh sakit, Puspa telah keliling ke seluruh pelosok negeri. Semua dokter terbaik sudah ia data

Setelah selesai mengurus Indra dan membersihkan kamar mandi, barulah Puspa bisa mandi. Saat segalanya selesai, tubuhnya sudah nyaris ambruk karena kelelahan. Justru karena semua itu, keyakinannya semakin kuat: Indra pulang karena ia nggak ingin merepotkan wanita lain, ia nggak tega biarkan Wulan susah payah. Begitu berbaring di ranjang, baru saja menyibak selimut dan merebahkan tubuhnya, sebuah lengan kuat menarik pinggangnya dan bawa dia masuk ke dalam pelukan. Puspa terjebak dalam dekapan itu, tubuhnya menempel pada dadanya, dan telinganya dipenuhi degup jantung pria itu. Indra menyandarkan dagunya di puncak kepala Puspa, jari-jarinya mengelus lembut helaian rambutnya. “Harta yang diincar Paman Kedua dan lainnya sudah aku telan duluan.” Gerakan Puspa yang semula ingin melepaskan diri pun terhenti. Di balik nada santai itu, ia bisa mendengar rasa puas dan kebanggaan yang tak bisa disembunyikan. "Butuh waktu tiga bulan untuk membuat mereka nggak bisa dapat apapun."Indra menggen

Penerbangan menuju Pornida dijadwalkan tiga hari lagi, tepat pukul delapan pagi. Malam sebelum keberangkatan, Puspa terima telepon dari Wilson. Ternyata, ia juga akan terbang ke Pornida. Hanya saja, tujuannya berbeda, Wilson pergi untuk urusan bisnis. Ada teman seperjalanan, lumayan juga. Mereka pun janjian untuk bertemu keesokan harinya. ...Di bandara. Mereka naik pesawat bersama. Kebetulan atau nggak, kursi mereka bahkan berdampingan. Puspa menggoda, “Jangan-jangan kamu sengaja cari tahu data pribadiku lalu beli tiket di sebelahku?”Wilson tersenyum tipis dan menanggapi santai, “Wah, ketahuan juga, ya.”Puspa ikut tersenyum. “Ternyata relasi Kak Wilson sangat luar biasa.”Tatapan Wilson meredup sedikit, membawa nuansa yang dalam. “Bersamaku, kamu pasti lebih baik daripada di Grup Cahaya Sukses.”Puspa masih dengan nada santai. “Kalau begitu, aku tunggu kak Wilson bawa aku sukses, bawa aku terbang.”Perjalanan udara lebih dari sepuluh jam. Sebagian besar waktu, Puspa habiskan u

Indra selalu terbiasa mendominasi. Dia nggak pernah minta persetujuan, yang ia berikan hanyalah pemberitahuan. Maka malam itu, tanpa kata panjang, ia langsung bawa Puspa kembali ke hotel. Begitu pintu kamar dibuka, tubuh Puspa didorong masuk. Punggungnya menempel ke dinding, dan ciuman panas serta lembap segera mendarat di belakang telinganya dalam, tak terhitung jumlahnya.Indra membalikkan tubuhnya, lalu mengangkat Puspa dalam pelukannya, tangannya menahan pinggul ramping itu. Secara refleks, Puspa melingkarkan kedua tangannya ke leher pria itu. Cahaya lampu yang temaram menciptakan suasana kamar yang semakin intim dan memabukkan. Ia dijatuhkan ke atas ranjang. Indra mulai melepas pakaiannya dengan gerakan tergesa, nyaris tak sabar. Setiap kali mereka melakukan ini, Puspa selalu bisa merasakan bahwa Indra menyukainya. Mungkin bukan perasaan pada dirinya sebagai pribadi, tapi jelas lelaki itu menginginkan tubuhnya, seutuhnya. Setelah beberapa hari "berpuasa", malam ini Indra sepe