All Chapters of Pembalasan Sang Putri Pengganti : Chapter 11 - Chapter 20

Sepanjang perjalanan dari rumah sakit menuju rumah Jhonny, Elina hanya diam memandang jalanan yang mereka lewati. Tatapannya terus tertuju ke luar jendela dengan begitu hampa.Begitu tiba di rumah, mobil berhenti di dekat teras. Darren sudah lebih dulu turun lalu membuka pintu untuk Elina.Saat akan menginjakkan kaki keluar, Elina menatap sejenak pada Darren yang berdiri di luar memegang pintu untuk menahan agar tidak tertutup. Setelahnya dia segera turun dari mobil dan tatapannya langsung tertuju pada Magentah.Wanita tua itu berdiri di teras dengan senyum di wajahnya.Elina segera menghampiri lalu memeluk Magentha.“Maaf karena nenek tidak bisa menjengukmu,” ucap Magentha saat mengusap lembut punggung Elina.“Tidak apa-apa, Nek. Aku juga baik-baik saja.” Elina melepas pelukan, walau wajahnya masih pucat, tapi Elina tetap tersenyum pada Magentha.Magentha menatap iba pada Elina sambil mengusap pipi cucunya itu, lalu pandangannya tertuju pada Darren yang berdiri di belakang Elina. Ken

Elina duduk di kamar memandang ke jendela. Setiap kembali ke rumah, dia seperti dipenjara. Terkekang dan menjadi boneka yang hanya akan bergerak ketika dimainkan.Saat masih diam, Elina mendengar suara pintu terbuka yang membuatnya menoleh. Tatapannya kini tertuju pada Samantha yang melangkah menghampirinya, ekspresi wajahnya berubah dingin pada ibu sambungnya ini.Melipat kedua tangan saat sudah di dekat Elina, Samantha berkata, “Saat besok kembali ke perusahaan, sebaiknya kamu menjaga sikap.”Suara bernada penekanan dan perintah itu hanya direspon dengan tatapan dingin oleh Elina.Melihat tatapan Elina, membuat Samantha tak senang. “Apa maksudmu menatapku seperti itu, hah? Apa kamu ingin melawanku lagi? Seharusnya kamu menghormatiku!”Senyum getir terbit di bibir Elina. “Menghormati? Aku sudah menghormati, tapi kamu yang tak pernah menghargaiku.”Sontak Samantha tertawa mendengar ucapan Elina. “Kamu benar-benar sudah tidak bisa menghormatiku. Lagi pula, untuk apa aku menghargaimu ya

Tanpa menoleh ke arah Darren, Elina membalas ucapan Sarah dengan setengah berbisik. “Tidak perlu, dia akan pergi dengan sendirinya. Aku sudah bertaruh dengannya.”Sarah mengangguk-angguk paham.Mereka melangkah masuk ke ruang kerja Elina. Sarah berdiri di depan meja kerja Elina lalu mulai membacakan jadwal Elina seperti biasa.Namun, Sarah berhenti membacakan jadwal lalu melirik pada Darren yang berdiri di dekat meja Elina.“Kenapa kamu berdiri di situ? Memangnya kamu tidak bisa berdiri sedikit jauh dari meja kerja Elina?” tanya Sarah dengan nada ketus.Darren menatap Sarah yang tak senang padanya. Dia melangkah mundur, tapi Sarah membuat isyarat dengan tangan agar Darren berdiri lebih jauh lagi.“Kurang jauh, kalau perlu diujung ruangan sana,” kata Sarah menunjuk dengan dagunya, “itu di sana, dekat pot besar,” katanya lagi.Darren menatap geram pada Sarah yang mengaturnya, tapi statusnya sekarang membuat Darren hanya bisa mengikuti arahan Sarah. Darren melangkah ke sudut ruangan deka

Saat sore hari.Darren keluar dari lift mengikuti langkah Elina. Mereka berjalan menuju mobil yang sudah menunggu di depan lobby.Saat hampir tiba di mobil, Darren melangkah mendahului Elina, lalu membukakan pintu untuk majikannya itu.Elina menghentikan langkah sejenak dengan tatapan tertuju pada Darren yang berdiri sambil memegangi pintu mobil. Dia diam menatap pria itu sesaat lalu kembali mengayunkan langkah dan masuk ke dalam mobil.Darren segera menutup pintu dan masuk mobil di samping kemudi sebelum sopir menjalankan mobil meninggalkan area perusahaan.Selama perjalanan menuju rumah. Darren diam-diam mengamati Elina melalui kaca spion tengah. Dia menyadari ekspresi wajah Elina yang begitu suram, sangat berbeda saat berada di kantor bersama Sarah yang lebih banyak tertawa dan tersenyum.Elina terus memandang ke luar jendela, helaan napas berulang kali meluncur dari bibirnya karena harus pulang dan menghadapi Samantha.Jika boleh memilih, Elina ingin tinggal di luar rumah, jauh da

Keesokan harinya. Darren sudah siap di depan teras seperti biasa, tepat di saat Elina keluar dari rumah yang membuat Darren terkejut karena Elina keluar dari rumah lebih awal.Saat melihat Elina, tatapan Darren langsung tertuju ke kelopak mata Elina yang bengkak. ‘Apa dia bertengkar lagi dengan Nyonya lalu menangis di atap?’ batinnya.Menyadari Darren terus menatapnya, dengan nada dingin Elina berkata, “Apa yang kamu lihat? Tidak adakah yang mengajarimu kalau tidak sopan menatap majikan seperti itu?”Beberapa pengawal yang ada di dekat Darren langsung menatap pada pria itu saat mendengar ucapan Elina.Darren tersentak, dia segera menurunkan pandangan. “Saya tidak bermaksud seperti itu, Nona. Saya minta maaf.”Dengan kepala tertunduk, Darren menahan emosinya karena Elina terus bersikap dingin dan menurutnya sangat angkuh.Elina masih menatap datar pada Darren, sampai akhirnya dia melangkahkan kaki menuju mobil untuk bisa segera pergi ke perusahaan.Setelah beberapa saat perjalanan. Mo