Hujan masih mengguyur kota tanpa ampun, deras dan dingin, seakan langit ingin menenggelamkan setiap jejak tragedi yang baru saja terjadi. Rintik-rintiknya memantul di aspal yang retak, bercampur dengan sisa darah dan serpihan kaca. Aroma mesiu masih pekat, menusuk hidung, berpadu dengan bau logam dari darah yang mengalir di selokan.Raka berdiri terhuyung, tubuhnya basah kuyup, napasnya berat. Lengan kirinya robek, darah merembes bercampur air hujan. Namun matanya tetap menyala—tajam, penuh amarah dan kewaspadaan. Dalam detik-detik hening yang penuh tekanan itu, ia hanya bisa mendengar denyut jantungnya sendiri, berdentum keras seakan ingin menembus dada.Di sampingnya, Aruna masih memegang belati yang kini licin oleh air hujan. Tangannya gemetar, bukan hanya karena dingin, tapi karena adrenalin yang belum mereda. Matanya terus menatap ke arah lorong gelap tempat Surya menghilang. Bayangan musuh itu begitu kuat dalam pikirannya—mata penuh murka, senyum tipis yang menghina, dan langkah
Last Updated : 2025-10-01 Read more