Tiba-tiba saja, teleponku berdering, memecah hening di dalam mobil. Suara getarnya menggema di cup holder, membuatku spontan melirik layar. Nama itu jelas tertulis: Bunga.Sebelum sempat kuraih benda pipih itu, Andini cepat berkata, "Matikan ponselmu." Nadanya datar, tapi penuh tekanan.Aku terperanjat, tidak menyangka perintah seperti itu akan keluar dari bibirnya. "Ini klienku, Din. Bisa saja penting dan—""Aku bilang matikan. Sekarang!" Andini menatapku lekat-lekat, matanya dingin bagai pisau.Aku mengerjap, bingung antara dua sisi. Di satu sisi, aku tidak mau mengecewakan Bunga. Dia murid pertamaku, yang selama ini selalu percaya padaku. Dia bahkan sering menelepon hanya untuk memastikan aku baik-baik saja, membuatku merasa utang budiku kepadanya semakin menumpuk.Tapi di sisi lain, ada Andini, murid baru yang Bu Rani titipkan padaku dengan jelas, ‘jangan sampai dia keluar dari kelab’, katanya.Menarik napas dalam, aku meraih ponselku dengan tangan kanan selagi berkata, “Maaf, t
Last Updated : 2025-08-25 Read more