All Chapters of Karyawanku Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30

Setiap hari Artha menjaga Dara dengan baik, meskipun belum ada keputusan yang Dara ambil tapi Artha tetap menjaga calon anaknya agar Dara tidak membunuhnya. Artha selalu memberikan perhatian lebih untuk Dara saat dirumah maupun di kantor. Ia tidak perduli Dara merasa risih ataupun kesal kepadanya."Selamat siang Bu Dara... Bento untuk Bu Dara sudah siap, Silahkan di makan."Dara yang hendak pergi dari ruangannya merasa tercengang atas kehadiran Artha seraya membawa sebuah bento dan minuman untuknya. Itu pasti Artha lakukan ketika jam istirahat kerja."Saya makan diluar."Dara yang bergegas pergi dihadang oleh Artha begitu saja."Kenapa harus makan diluar? Saya udah bawakan Bu Dara makanan loh," ujar Artha mencoba merayu.Dara menghela nafasnya muak. "Saya bosan setiap hari harus makan Bento dari kamu. Jadi apa salahnya saya makan diluar?"Artha menahan tangan Dara begitu saja. "Lebih baik kamu makan di kantin sama saya."Dara melepaskan tangan Artha begitu saja. "Saya mau makan sama E

"Hoekk... hoekkk..."Pagi ini Dara merasakan morning sickness untuk pertama kalinya. Mungkin karena semalaman Dara tidak bisa tidur karena terus mengingat perkataan Artha tentang perceraian. Apalagi laki-laki itu benar-benar tidak menampakkan dirinya dirumah, membuat calon anaknya merasa jauh dari ayahnya sehingga dapat menyiksa Dara."Udah dong, aku capek," gumam Dara berdiri lemas memegangi wastafel dapurnya.Ding...Dong...Disaat tubuhnya masih sangat lemas Dara mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Dengan sedikit sempoyongan Dara bergegas untuk membuka pintu rumahnya, ternyata dia adalah Erick."Good Morning Baby?" Sapanya dengan senyuman."Pagi Erick," jawab Dara seraya memijit pelipisnya yang masih terasa pusing."Are you oke? Wajah kamu terlihat pucat. You sick?" Tanya Erick mencemaskan kondisi Dara."No, I'm fine."Erick menghela nafasnya pelan. "Serius?"Dara menganggukan kepalanya. "Tunggu sebentar aku ambil tas dulu terus kita berangkat."Dara bergegas masuk untuk mengambi

Paginya, Dara terbangun karena terganggu suara musik cukup keras dari rumah sebelah. Suara itu sama sekali tidak pernah Dara dengar saat tinggal dirumahnya, kenapa rumah Artha tidak kedap suara?Dara terbangun merasa lebih fresh dari hari kemarin, bahkan dia tidak merasakan mual lagi. Dara mengusap perutnya dan mengingat kejadian semalam dimana dia tidur seraya memeluk Artha. "Ck, malu banget lagi," desis Dara menepuk dahinya.Ia segera bangkit untuk keluar kamar. Dia tidak melihat Artha dan Bu Hanna di dalam rumah itu. Perlahan kakinya menuju keluar rumah, dimana Dara memilih berdiri di ambang pintu melihat Artha yang duduk dihadapan Bu Hanna seraya bercerita sambil tertawa."Katanya tidak ada yang perduli sama dia. Nyatanya ibunya terlihat sayang banget sama dia," gumam Dara."Dara?" Bu Hanna menyadari keberadaan Dara disana."Dara sini?" Panggil Bu Hanna.Dara merasa begitu ragu, lalu ia perlahan menghampiri mereka, meskipun raut wajah Artha berubah diam."Duduk disamping Artha,"

Keputusan Dara sepertinya adalah memilih Erick. Buktinya setiap hari perempuan itu masih saja menjaga hubungannya dengan baik bersama Erick. Bahkan akhir-akhir ini Erick lebih sangat perduli terhadap Dara. Semua yang Dara inginkan dapat dikabulkan dengan cepat olehnya.Berbeda dengan Artha. Ia hanya manusia yang sangat tidak berguna. Selain tugasnya hanya menjaga, Artha juga sangat tidak peka dengan semua keingin Dara. Sepertinya bukan karena Artha yang tidak mau menuruti semua kemauan istrinya, melainkan Dara yang tidak enak menyusahkan Artha.Artha baru saja turun dari motornya di parkiran kantor. Ia melihat kearah Dara yang turun dari mobil Erick karena memang sedaritadi ia mengikuti mobil itu untuk sampai dikantor memastikan Dara baik-baik saja.Tanpa ingin menyapa ataupun melakukan apapun terhadap Dara, Artha hanya menyelonong masuk kedalam kantor dengan segera membiarkan Dara bersama Erick."Pagi pak."Artha mengernyit saat seorang karyawan yang berjaga sebagai admin menyapanya

Hari-hari perlahan berlalu, hubungan Artha dan Dara baik-baik saja bahkan mereka berdua sudah saling mengerti satu sama lain termasuk Erick. Artha juga merasa terbantu untuk menjaga Dara, pasalnya akhir-akhir ini ia sibuk dengan pekerjaannya dan jarang memantau aktifitas Dara dirumah."Masuk."Naswa masuk kedalam ruangan Artha dan berdiri dihadapan laki-laki itu."Ada apa Naswa?""Saya mau izin pulang pak, ibu saya sakit. Saya tidak tega membiarkan ibu saya sendirian dirumah."Artha terdiam memandang Naswa, mungkin jika yang berhadapan dengan Naswa sekarang adalah Dara pasti Dara akan marah karena Naswa seenaknya meminta izin pulang. Tapi berbeda dengan Artha, ia malah menganggukan kepalanya."Boleh."Naswa mengulaskan senyumnya. "Terimakasih pak."Artha beranjak bangkit menarik jas kemejanya. "Saya ikut ya."Naswa seketika tercengang. "Tapi pak–""Sekalian saya cari makan siang di luar. Saya antar kamu pulang," ucap Artha membuat Naswa terdiam tidak enak."Gapapa Naswa, ayo," ajak Ar