Hujan belum juga reda sejak sore.Suara rintiknya memantul di kaca jendela apartemen, menimbulkan irama monoton yang justru membuat hati terasa makin berat.Ayla berdiri di depan jendela, mengenakan kaus putih longgar milik Nayaka yang sedikit kebesaran di tubuhnya. Rambutnya terurai lembap, sementara pandangannya kosong, menatap ke arah langit yang kelabu.Di belakangnya, Nayaka diam-diam memperhatikan. Sejak mereka pulang dari pertemuan dengan Meira, suasana di antara mereka seperti kaca tipis — bening, tapi rapuh.Ia ingin bicara, tapi kata-kata terasa seperti jebakan; salah ucap sedikit saja, semuanya bisa runtuh.“Aku belum tidur dua malam,” kata Ayla tiba-tiba, tanpa menoleh. Suaranya datar, tapi setiap suku katanya terdengar jujur. “Setiap kali aku merem, aku lihat wajah Sofira.”Nayaka menunduk. “Aku tahu.”“Kamu tahu, tapi kamu diem.”Nada itu lembut tapi menyakitkan. “Kamu cuma biarin aku nebak-nebak sendiri, Nayaka. Tentang dia, tentang kamu, tentang semuanya.”Nayaka berja
Terakhir Diperbarui : 2025-10-31 Baca selengkapnya