Beranda / Romansa / Kontrak Cinta Sang CEO / Surat Dari Masa Lalu

Share

Surat Dari Masa Lalu

Penulis: Reju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-31 19:49:09

Udara di ruang rapat terasa berat. Wangi kopi yang sudah dingin di pojok meja seolah tak berarti apa-apa dibanding bau ketegangan yang menyelimuti ruangan itu.

Nayaka masih memandangi surat di tangannya. Tulisan Sofira yang khas tegak tapi lembut membuat dadanya terasa sesak. Huruf demi huruf seolah berbisik di telinganya, membawa kembali bayangan masa lalu yang selama ini ia kubur dalam-dalam.

“Jika kamu membaca ini, berarti aku gagal keluar hidup-hidup.”

“Tolong jangan percaya siapa pun, bahkan orang yang kamu kira berdiri di sisimu.”

“Dan kalau kamu masih punya hati, lindungi Ayla.”

Nayaka menelan ludah, pandangannya kabur oleh rasa bersalah yang mulai menyesakkan. Tangannya sedikit bergetar. Ia memejamkan mata, tapi bayangan Sofira muncul begitu saja tersenyum di tengah hujan, memegang payung merah yang kini terasa seperti simbol kutukan.

“Jadi dia memang tahu semuanya…” gumam Nayaka hampir tak terdengar.

Ayla menatapnya, lalu melangkah mendekat. “Apa maksudnya, Nayaka? Apa yang d
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Janji Dan Takdir

    Seminggu berlalu sejak pagi itu, pagi yang mengajarkan Ayla dan Nayaka bahwa cinta sejati tak datang dengan janji sempurna, melainkan dengan keberanian untuk tetap tinggal.Mereka mulai menjalani hari-hari baru, sederhana tapi hangat. Tidak ada lagi pertengkaran kecil yang berakar dari luka lama, hanya percakapan-percakapan ringan tentang masa depan yang mereka mulai rancang bersama.Namun seperti laut yang tampak tenang di permukaan, ombak kecil tetap ada di bawahnya.Siang itu, Ayla duduk di kafe kecil dekat taman kota. Ia menatap buku catatan di depannya — rancangan awal proyek galeri yang selama ini ia impikan. Di halaman pertama, ada coretan tulisan tangan Nayaka:“Biarpun angin berubah arah, layar ini tetap kamu yang kendalikan.”Ayla tersenyum membaca kalimat itu. Tapi sebelum senyum itu sempat mengendap, ponselnya bergetar.Sebuah pesan masuk — dari nomor yang sudah lama ia hapus, tapi entah kenapa tetap ia ingat.Rendra:“Aku baru pulang ke kota. Boleh kita bicara sebentar? A

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Ketika Pagi Menyapa

    Pagi datang perlahan, membawa aroma tanah basah dan sinar matahari yang malu-malu menembus tirai. Hujan semalam telah reda, menyisakan dunia yang terasa baru, lebih bersih seperti hati yang perlahan menemukan jalannya pulang.Ayla membuka mata pelan. Cahaya lembut menyentuh wajahnya, membuat bulu matanya bergetar. Ia masih bisa merasakan hangatnya pelukan Nayaka dari malam sebelumnya. Di antara semua keheningan itu, ada ketenangan yang belum pernah ia rasakan selama ini — bukan karena semuanya sudah sempurna, tapi karena ia tak lagi menolak kemungkinan untuk bahagia.Nayaka sudah bangun lebih dulu. Ia berdiri di dapur kecil, membuat sarapan sederhana. Aroma roti panggang dan kopi hitam memenuhi udara. Ia bukan lelaki yang pandai memasak, tapi pagi ini, ia berusaha.Ketika Ayla keluar dari kamar, rambutnya masih acak, langkahnya pelan, Nayaka menoleh dengan senyum kecil. “Pagi,” sapanya lembut.Ayla mengusap mata. “Kamu bangun sepagi ini? Biasanya kamu baru buka laptop jam segini.”“Ka

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Rasa Tak Bernama

    Malam turun perlahan di rumah itu, meninggalkan sisa cahaya jingga yang menempel di tirai. Ayla duduk di tepi ranjang, diam, sementara suara hujan rintik di luar terdengar seperti lagu yang menenangkan tapi juga menyayat. Ia memainkan ujung selimut, pikirannya melayang pada percakapan siang tadi tentang masa lalu yang mulai pudar tapi belum sepenuhnya hilang.Nayaka masuk membawa dua cangkir teh hangat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pelan.Ayla menoleh, tersenyum samar. “Belum. Rasanya... aneh kalau malam sepi begini.”Nayaka duduk di sebelahnya, menyerahkan secangkir. “Aneh kenapa?”“Karena dulu, tiap malam aku selalu nunggu kamu pulang. Sekarang kamu di sini, tapi kadang aku masih ngerasa sendirian.”Nayaka terdiam. Ia menatap uap teh yang naik pelan, seperti pikirannya yang juga berputar tanpa arah. “Mungkin karena aku belum cukup bikin kamu ngerasa aman.”Ayla menatapnya, mata itu lembut tapi lelah. “Kamu udah berusaha, Nay. Aku tahu. Tapi kadang luka itu nggak sembuh karena waktu,

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Cahaya Dan Bayangan

    Pagi itu terasa berbeda. Langit cerah, burung-burung ramai di pohon depan rumah, dan aroma kopi dari dapur mengisi udara. Nayaka mengenakan kemeja abu muda dan jam tangan kesayangannya gaya sederhana yang selalu membuat Ayla diam-diam memperhatikannya.“Kamu kelihatan semangat banget hari ini,” ujar Ayla sambil menuang kopi ke cangkirnya.“Presentasi proyek baru,” jawab Nayaka dengan nada optimis. “Kalau berjalan lancar, aku bisa kerja sama dengan klien baru. Dan itu berarti, waktu kerja bisa lebih fleksibel.”Ayla tersenyum. “Kedengarannya bagus.”Nayaka mendekat dan mencium keningnya singkat. “Doain aku, ya.”“Selalu,” balas Ayla, matanya melembut.Beberapa jam setelah Nayaka pergi, rumah kembali sunyi. Ayla menghabiskan pagi dengan membersihkan ruang tamu, lalu duduk di dekat jendela, menulis di buku jurnal yang kini mulai penuh. Ia menulis hal-hal sederhana rasa syukur, harapan kecil, dan kadang ketakutan yang belum hilang sepenuhnya.Namun siang itu, satu pesan dari teman lama me

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Tertinggal

    Langit sore itu berwarna oranye pucat, seolah matahari menunda tenggelam demi memberi waktu bagi hari yang damai. Ayla duduk di teras belakang rumah sambil memangkas daun kering dari tanaman lavender yang baru tumbuh. Wangi lembutnya menenangkan hati, membuat pikirannya melayang jauh ke masa lalu — tapi untuk pertama kalinya, tanpa perih yang menyesak.Dari dalam rumah terdengar suara langkah Nayaka. Ia keluar sambil membawa dua gelas air lemon dingin, mengenakan kaus putih polos dan celana santai. Ia terlihat jauh lebih santai dari dulu, seperti seseorang yang akhirnya bisa bernapas lega setelah sekian lama menahan napas.“Kamu masih suka duduk di sini,” katanya sambil menyerahkan segelas pada Ayla.Ayla tersenyum kecil. “Tempat ini yang paling tenang. Nggak tahu kenapa, setiap sore duduk di sini rasanya kayak bisa denger dunia berhenti sebentar.”Nayaka ikut duduk di sampingnya. “Atau mungkin karena kamu udah bisa berhenti lari dari semuanya.”Ayla menatapnya sebentar lalu tertawa p

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Langit Setelah Hujan

    Hujan baru saja berhenti ketika Ayla membuka jendela ruang tamu. Aroma tanah basah bercampur udara dingin menyusup ke dalam rumah, meninggalkan kesejukan yang tenang. Di kejauhan, suara air menetes dari genting terdengar seperti detak waktu yang perlahan melunak.Sudah lama rumah itu tak terasa seramah ini. Tak ada pertengkaran, tak ada dinginnya diam. Hanya dua hati yang mulai belajar berdamai setelah badai.Nayaka muncul dari dapur membawa dua cangkir teh hangat. “Masih suka aroma melati?” tanyanya sambil tersenyum kecil.Ayla menatap teh itu—tepat seperti yang dulu selalu ia buat setiap sore. Ia tersenyum samar. “Masih. Walau dulu aku sempat berhenti suka.”“Karena aku?” Nayaka bertanya dengan nada lembut, menaruh cangkir di hadapannya.Ayla menatap uap teh yang menari perlahan. “Karena setiap kali minum ini, aku keinget malam-malam sendirian nunggu kamu pulang. Jadi rasanya... pahit.”Nayaka tak membalas. Ia hanya duduk di seberang, diam mendengarkan. Dulu, ia sering memotong pemb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status