Setelah pemakaman ayahnya selesai, Uma duduk di kursi ruang tamu apartemen dengan wajah lelah. Matanya bengkak karena menangis seharian. Di atas meja, uap teh hangat dari Arumi mengepul pelan, tapi Uma tak juga menyentuhnya.Dari arah teras, samar-samar terdengar suara Genta yang sedang berbicara lewat telepon. Ketika masuk, ia menutup ponselnya dan menatap Uma dengan serius.“Uma,” katanya pelan, “Daniel sebentar lagi akan datang. Ada hal penting yang ingin ia bicarakan denganmu.”Uma hanya mengangguk tanpa suara. Ia terlalu lelah untuk menanggapi panjang. Ponsel di tangan Genta kembali berbunyi. Ia mengetik beberapa patah kata sebelum kembali berbicara pada Uma.“Aku pamit pulang, ya. Orang tuaku sudah menunggu di rumah. Kalau ada apa-apa, kamu bisa meneleponku. Ponselku selalu aktif dua puluh empat jam. Mengerti?”Uma mengangguk kecil. Ia sadar, bukan dirinya saja yang punya masalah, tapi Genta juga.“Aku juga pulang dulu. Kamu tahu sendiri kan, Uma, papaku dan Mas Genta itu kalau
Terakhir Diperbarui : 2025-08-23 Baca selengkapnya