Pagi harinya, setelah selesai mandi aku buru-buru mengenakan kemeja putih dan celana bahan, lalu berlari ke lift.Aku sarapan roti tawar seperti biasa, walaupun hanya satu potong saja. Di dalam lift, aku bertemu Mbak Dini lagi, tetangga yang sama-sama membuatku gagal fokus.Dia berdiri dengan blazer biru tua yang ketat, memamerkan lekuk tubuhnya yang padat, dan rok pendek yang memperlihatkan paha mulusnya. Rambut pendeknya rapi, tapi riasan tebalnya memberi kesan jika itu memang gayanya.“Pagi, Mbak Dini,” sapaku, masuk ke lift dan berdiri di sisi lain.“Pagi, Mas Bima,” balas Mbak Dini, senyumnya lebar. Dia memandangku sekilas, lalu tiba-tiba berkata, “Oh ya, kemarin malam aku lihat Mas Bima keluar dari unitnya Nadira, ya?”Aku tersentak, jantungku hampir melompat.“Hah? Oh, iya, Mbak. Waktu itu aku bantu benerin lampu,” jawabku cepat, berusaha santai meskipun wajahku terasa panas.Mbak Dini tersenyum, matanya menyipit penuh tanda tanya. “Wah, pantesan. Aku juga pengen dong dibantuin
Terakhir Diperbarui : 2025-08-10 Baca selengkapnya