"Gimana kabar kelanjutanmu dengan Rana, bro?” tanya Pandu sambil meraih cangkir kopi di meja. Siang itu, mereka duduk di teras rumah Bumi—angin pelan meniup gorden tipis di pintu belakang. Pandu bersandar malas di kursi kayu, kaki kanannya naik ke kursi lain, rokok mengepul di sela jemarinya.“Belum, bro,” jawab Bumi. Ia memutar sendok kecil di cangkirnya, membiarkan bunyi sendok beradu dengan dinding porselen. “Baru sekali itu saja, belum sempat ketemuan lagi, kecuali say hallo lewat pesan aja.”Pandu menaikkan alis, menatap Bumi dengan pandangan setengah menggoda. “Kenapa? Apa kau nggak tertarik?”Bumi tertawa kecil. Ia merebahkan punggung ke sandaran kursi, menatap langit yang separuh mendung. “Bukan, bukan itu… menurutku dia menarik, kok. Cantik, asyik… senang debat, sepertimu, haha… cuma ya itu, aku lagi disibukkan dengan sesuatu.”Pandu mengerling, meniup asap rokok ke samping. “Kementrian?”“Itu masih bisa kutangani,” Bumi menepuk-nepuk ujung rokoknya ke asbak. Matanya tampak l
Terakhir Diperbarui : 2025-09-28 Baca selengkapnya