Senja menurunkan warna merah di langit Majakirana, Situ menyelip di antara kerumunan pasar yang mulai sepi. Ia mengenakan kain lusuh, topi anyaman menutupi wajahnya. Di tangannya, sebuah bakul bambu berisi sayur layu dan ikan asin, penyamaran seorang pedagang miskin.“Cepat, sisihkan barangmu. Pajak malam sudah dipungut,” bentak prajurit. Situ menunduk, pura-pura gagap, menyerahkan dua keping logam. Mereka tak curiga, hanya meludah sembarangan dan berlalu.Situ menunggu sampai jalan lengang, lalu melangkah ke arah rumah minum di pinggir sungai. Tempat itu dikenal sebagai titik pertemuan orang-orang yang ingin bicara tanpa telinga istana.Di dalam, asap tembakau memenuhi udara. Situ duduk di sudut, menunduk, memesan air kelapa basi. Ia menunggu tanda.Tak lama, seorang lelaki tua datang dengan membawa kendi. Wajahnya biasa saja, tapi mata itu, Situ tahu, itu abdi kepercayaan Pangeran Laga.“Pasar makin sepi, ya,” kata lelaki itu ringan.Situ menangguk, lalu menyelipkan kata sandi. “Sep
Last Updated : 2025-09-09 Read more