Rakai berdiri di ambang pintu kamar Putri Wening. Lampu lilin yang hangus memantulkan bayangan panjang ke dinding, menambah kesan tegang di ruangan. Wening masih duduk di kursi tinggi, wajahnya merah padam, napas tersengal, marah, sekaligus terguncang oleh kabar tentang “tahanan misterius” yang ternyata menyangkut masa lalu keluarganya.Namun sebelum Rakai sempat bersuara, Wening bangkit tiba-tiba, menatapnya dengan mata berkaca-kaca, dan tak disangka memeluknya erat.“Raksa… aku tidak menyangka… aku tidak…” suaranya terputus-putus. “Pria itu… yang terkena panah, ternyata seorang wanita… dan mantan kekasih adikku!”Rakai menegang, kaget sejenak. Sosok profesionalnya bergulat dengan perasaan yang mulai bergetar. Ia tidak menunjukkan ekspresi berlebihan. Dengan tenang, ia menepuk punggung Wening perlahan, melepaskan diri, tapi tetap menjaga jarak.“Putri Wening, saya di sini untuk urusan profesional,” kata Rakai dengan suara dingin tapi lembut. “Kemarahan Anda saya pahami, tapi saya per
Last Updated : 2025-10-06 Read more