Rani duduk di tepi ranjang, matanya sembab, tangannya masih memegang foto-foto yang ia dapat dari kafe sore tadi. Bayangan Aurora yang selalu tersenyum dingin terus menghantui pikirannya. Setiap kali ia memejamkan mata, wajah Adrian pun muncul wajah yang dulu memberinya rasa aman, kini justru terasa asing.Di ruang tamu, Adrian masih terjaga. Bunyi gesekan kursi terdengar samar, menandakan ia gelisah. Rani tahu Adrian menunggu, berharap ia keluar dan memaafkannya. Tapi malam ini, hatinya menolak. Ia sudah terlalu sering menjadi perempuan yang sabar.“Kalau terus begini,” gumamnya, suaranya serak, “aku hanya akan jadi pion dalam permainan mereka.”Ia menatap cermin di depannya. Wajah pucat itu bukan lagi wajah Rani yang dulu. Ada luka, ada air mata, tapi ada juga sesuatu yang baru: api kecil, tekad untuk tidak lagi diam.Pagi menjelang, Rani bangun lebih cepat dari biasanya. Adrian masih tertidur di sofa, tubuhnya meringkuk dengan wajah lelah. Sesaat, rasa iba menyelinap ke dalam hati
Last Updated : 2025-09-26 Read more