Hujan reda. Tapi suara air masih terdengar menetes dari langit — perlahan, seperti sisa tangisan malam.Arlan terbaring di tanah yang lembap. Pandangannya kabur, separuh dunia tampak miring. Rasa perih menjalari sekujur tubuhnya, tapi yang paling terasa bukan luka — melainkan kehampaan.Ia berusaha bangkit, tapi tubuhnya berat. Jurang yang tadi runtuh kini terlihat seperti terbelah dua: sebagian nyata, sebagian seperti bayangan. Udara di sekitarnya aneh — tidak panas, tidak dingin, hanya... hening.“Airin…” suaranya pelan, parau, nyaris tak keluar.Ia menatap sekeliling. Hutan yang tadi gelap kini berubah — pepohonannya berdiri kaku, tidak bergerak sama sekali, seolah beku dalam waktu. Tidak ada suara jangkrik, tidak ada angin. Hanya gema detak jantungnya sendiri, memantul entah dari mana.Tik... tak... tik... tak…Suara jam itu lagi. Tapi kali ini terdengar di dalam kepalanya.Ia memejamkan mata, dan seketika dunia bergetar. Ketika ia membukanya lagi, ia sudah berdiri di ruang lain —
Last Updated : 2025-10-16 Read more