Kotak besi itu kini sudah terbuka, menyisakan kertas dengan tulisan dingin: “Ini baru permulaan.”Arkana mengepalkan tangannya. Ia menatap Davin, pria yang dulu pernah menjadi rekannya, namun kini berubah menjadi musuh paling berbahaya.“Kalau kau pikir aku akan menyerah hanya karena permainan kotor ini,” Arkana berkata dengan suara rendah dan penuh amarah, “kau salah besar.”Davin menyeringai, melangkah mendekat sambil menepuk bahu salah satu anak buahnya. “Santai, Arkana. Masih ada dua ronde lagi. Aku pastikan yang kedua ini akan lebih… menantang.”---Nadine, yang tangannya masih terikat, berusaha menahan tangis. “Tolong, jangan sakiti dia lagi… Cukup aku saja yang kau jadikan sandera…”Davin menoleh ke arahnya, matanya berkilat tajam. “Diam, Nadine. Kau hanya penonton dalam pertunjukan ini. Ingat, nasibmu sepenuhnya ada di tangan pria yang kau percayai itu.”Arkana mendekat, tubuhnya tegang. “Apa ujian berikutnya?”Davin menjentikkan jarinya. Dua anak buahnya menyeret sebuah koper
Last Updated : 2025-09-28 Read more