Aku berdiri di depan pintu, tangan masih menempel pada gagang. Napasku tidak beraturan. Detak jantungku begitu kencang, aku bisa merasakannya hingga ke ujung jari. Bayangan wajah Rian di luar sana begitu nyata, suaranya masih terngiang di telingaku, lembut namun menusuk. “Sekali saja… aku hanya ingin melihatmu.” Aku menutup mata, mencoba menenangkan diri. Bagian dari diriku ingin percaya, ingin membuka pintu, seolah semua luka bisa pulih hanya dengan tatapannya. Namun sisi lain tubuhku berteriak, memperingatkan bahwa itu hanya jebakan.Arga muncul, berdiri di sampingku. Tangannya menahan pergelangan tanganku yang masih melekat di gagang pintu. Ia menggeleng perlahan, matanya penuh kewaspadaan.“Dia berbahaya, Kak. Jangan percaya. Semua itu cuma jebakan.”Aku menunduk, menatap jemariku yang bergetar. Kata-kata Arga benar, tapi hatiku meronta, menolak sepenuhnya melepaskan masa lalu. Malam itu aku akhirnya terduduk di lantai, punggungku bersandar pada pintu. Air mata mengalir tanpa he
Terakhir Diperbarui : 2025-09-17 Baca selengkapnya