Jalanan itu sepi, hanya diterangi sisa cahaya senja yang merambat di dinding tanah liat. Samudra masih menggenggam lengan Alesha erat, matanya memberi isyarat agar tetap tenang.“Sudah lama sekali kau tak berkunjung ke rumah, Dik,” suara Samudra mendadak terdengar lebih keras, seolah sengaja dibuat agar siapa pun yang mengintai bisa mendengar. “Ayah selalu menanyakanmu. Kau tahu kan, betapa rindunya beliau?”Alesha, yang jantungnya masih berdegup cepat, sejenak menatap Samudra, menyadari maksudnya. Perlahan ia mengangguk, lalu menjawab dengan suara yang juga cukup lantang. “Aku tahu, Kak. Sebenarnya… hari ini aku sudah berniat mampir. Aku ingin menemuinya, menanyakan kabarnya. Tapi—” ia menunduk, menghela napas, “tiba-tiba aku dipanggil ke balai Panewu. Urusannya begitu mendesak, sampai aku lupa niat awalku.”Samudra mengangguk dramatis, memasang wajah seolah menyesali kelalaian adiknya. “Ayah sudah tua, Gaja. Jangan sampai ia merasa dilupakan. Kau tahu, sejak kau jadi pamong muda,
Last Updated : 2025-09-27 Read more