All Chapters of Penyesalan CEO Cantikku yang Dingin: Chapter 191 - Chapter 200

"Nggak mengerti?" Sambil menuangkan cuka ke mangkuk mi dengan perlahan, Bradford berkata, "Kemarin aku bertemu Johan. Dia malah bilang sastra dan film Negara Serica nggak sebagus karya luar negeri. Bahkan 'Dream' sekalipun, dibanding luar negeri, katanya cuma bisa masuk kelas dua. Bukankah itu namanya nggak tahu diri?"Marva langsung paham dan mengangguk."Anak itu sekolah beberapa tahun di luar negeri, memang sudah lupa asal-usul."Bradford mengangguk. "Orang seperti itu nggak pantas berada di Dragon Group.""Pak Clayden tenang saja. Sekarang aku dalam perjalanan dari Kota Zarmat kembali ke Kota Herburt. Begitu sampai kantor, aku akan langsung memecatnya."Johan hanyalah pegawai biasa yang direkrut Marva. Jika sudah menyinggung Bradford, tentu harus disingkirkan. Selama masalah Johan tidak menyeret dirinya, Marva sudah bersyukur.Setelah itu Marva berkata lagi, "Oh iya, Pak Clayden, aku membawa sesuatu yang sangat bagus dari Kota Zarmat untuk Bapak. Kapan Bapak sempat? Setelah kembali

Lantai 28, kantor wakil direktur.Johan duduk di depan meja kerjanya, sementara seorang sekretaris cantik berdiri di belakang sambil memijat pundaknya dengan penuh tenaga."Pak Johan, saya dengar tadi malam di acara lelang, Anda memutuskan untuk menyerahkan proyek kawasan industri kepada Alliance Group?" tanya sekretaris dengan tubuh yang sangat menggoda itu sambil memijatnya."Ya, benar. Informasimu cukup cepat juga." Johan tersenyum tipis.Sekretaris itu bertanya dengan nada cemburu, "Saya dengar Bu Elaine dari Alliance Group itu wanita yang sangat cantik. Pak Johan, jangan-jangan Anda memilih Alliance Group karena terpikat olehnya?""Itu bukan urusanmu. Jangan banyak tanya." Johan mendengus.Sekretaris itu langsung memelankan suara, "Oh ...." Kemudian, dia tidak berani bertanya lagi.Pada saat itu, telepon di meja berbunyi. Johan mengangkatnya. Dari seberang terdengar laporan, "Pak Johan, Bu Elaine dari Alliance Group sudah datang. Beliau sedang menunggu di luar kantor Anda."Senyum

Mata Jaspri membelalak, pupilnya menyusut tajam. Dia memperingatkan dengan suara keras, "Jangan bergerak! Berhenti! Kalau kamu melangkah lagi, aku tembak!"Namun, Bradford sama sekali tidak berhenti.Melihat Bradford semakin dekat, kedua kaki Darbo langsung lemas. Dia mundur beberapa langkah dengan wajah pucat, lalu berteriak, "Tembak! Apa lagi yang kamu tunggu?"Wajah Jaspri menjadi muram. Tanpa ragu lagi, dia menekan pelan pelatuk pistolnya dan siap menembak. Namun, baru sedikit pelatuk itu ditarik, tiba-tiba Bradford menghilang dari tempatnya.Dalam sekejap, pelatuk itu seperti tersangkut dan tidak bisa digerakkan sama sekali.Jaspri menunduk dengan kaget. Entah sejak kapan, Bradford sudah berada tepat di sampingnya, dengan satu jari menahan pelatuk dari bawah sehingga pistol itu tidak bisa ditembakkan."Kamu ...." Pupil Jaspri kembali menyusut, keringat dingin langsung muncul di seluruh dahinya."Senjata itu ... bukan untuk dipakai seperti itu." Bradford mendengus dingin.Detik ber

Melihat lebih dari seratus petugas keamanan menyerbu seperti gelombang manusia, Bradford tetap berdiri dengan wajah tenang. Dalam sekejap, tangan dan kakinya mulai bergerak. Pukulan dan tendangannya mengenai tubuh lawan tepat sasaran.Namun anehnya, gerakannya terlihat seperti seseorang yang sedang berjalan santai di taman. Ringan, rileks, tetapi setiap serangannya menghantam dengan kekuatan nyata. Hanya dalam hitungan detik, lebih dari seratus petugas keamanan sudah tergeletak di lantai, meringis dan menjerit kesakitan."Semangat kalian lumayan. Sayang kemampuan bertarung terlalu buruk." Bradford berkomentar ringan sambil menepuk-nepuk tangannya.Meskipun terlihat brutal, Bradford tidak menggunakan tenaga mematikan. Bagaimanapun, mereka adalah karyawan Dragon Group. Kalau dia sampai melukai mereka terlalu serius, tentu itu tidak baik. Maka cedera mereka hanya sebatas sakit parah, tapi istirahat beberapa hari saja sudah cukup."Anak muda, kamu lumayan hebat juga rupanya!" Mata Ismanto

"Ada apa di sebelah?" Di dalam kantor wakil direktur, Elaine samar-samar mendengar suara gaduh dari arah kantor direktur utama. Dia mulai gelisah, hendak berdiri dan melihat apa yang terjadi."Tenang saja, Bu Elaine. Pak Johan cuma sedang menangani orang kecil. Tunggu sebentar lagi, Pak Johan pasti segera kembali." Sekretaris pribadi Johan masih tersenyum, berusaha menenangkan Elaine.Elaine mengerutkan kening. "Aku keluar sebentar, mau lihat apa yang terjadi."Karena Elaine sudah memutuskan keluar, si sekretaris tak berani lagi menahan. "Kalau begitu, biar saya antar Anda melihatnya."Sekretaris itu membuka pintu, lalu membawa Elaine dan Tasya berjalan menuju kantor direktur utama. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara memohon dari arah kantor direktur utama."Pak Marva! Pak, saya salah! Tolong beri saya satu kesempatan lagi!"Lalu, terdengar suara dingin Marva. "Jangan memohon padaku, percuma. Keputusan sudah final. Kamu dan asistennya, bereskan barang-barang kali