All Chapters of Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi: Chapter 71 - Chapter 80

"APA KAU SUDAH GILA?" Teriakan Lexi bisa terdengar di seantero rumah. "Aku kan suruh kau menghalangi Sebastian, bukan bikin kecelakaan," lanjut Lexi menghardik lelaki yang duduk tenang di sofa ruang tamunya. "Masalahnya, kau tidak bilang aku harus seperti apa." Lucien mengedikkan bahu dengan santai. "Kalau kau jelaskan dengan baik, aku kan bisa lakukan dengan lebih lembut." "Lebih lembut kepalamu." Lexi masih saja marah. "Targetmu itu Elian, bukan Sebastian." "Tapi kemarin kan kau suruh ke Sebastian." Lucien mulai terlihat kesal. "Kau itu bagaimana sih." "Kemarin memang aku suruh kau halangi Sebastian, tapi yang perlu kau hancurkan itu Elian." Kini Lexi menggeram marah. "Sebastian itu milikku, jadi jangan sakiti dia. Paham?" Lucien melotot menatap perempuan muda di depannya. Rasa kesal terlihat dengan jelas, apalagi dengan pancaran kemarahan yang terasa nyata hanya dari tatapannya saja. Hal yang tentu saja membuat Lex

Kening Sebastian berkerut ketika dia melihat ponselnya. Sebastian memang baru meninggalkan Elian, tapi dia sudah mengirim pesan dan sama sekali tidak dibalas. "Maaf, tapi kau duluan saja boleh?" tanya Sebastian pada orang yang membantunya mengedit lagu. "Kebetulan ada yang aku lupa." Dengan tergesa, Sebastian kembali ke lift untuk naik ke ruangan Elian yang terletak sangat dekat dengan ruangan Ariana. Saking paniknya, dia bahkan tidak meminta maaf saat menabrak seorang lelaki. "Elian." Sebastian langsung memanggil, walau jaraknya masih agak jauh. "Sir." Hugo yang menjawab dengan wajah yang sedikit panik. "Maaf, tapi apa kau bisa lebih cepat lagi? Aku butuh bantuan," lanjutnya dengan suara yang lebih keras. Mendengar itu, Sebastian yang awalnya hanya jalan cepat, langsung berlari. "Ada apa?" tanyanya ketika sudah sampai. "Orang yang mengaku bernama Lucien itu muncul entah dari mana," balas Hugo memberikan obat sesak yang diresepkan pihak rumah sakit. "Bagaimana bisa?" Seba

Sebastian menatap Elian yang tertidur di atas sofa, sambil mengelus rambut pendek pasangannya itu. Dia melakukannya beberapa kali dengan gerakan pelan, agar tidur Elian tidak terganggu. "Rambutmu sudah agak panjang ya," gumam Sebastian pelan. "Aku harap kau akan memanjangkannya saja." Gerakan tangan Sebastian terhenti setelah mengucapkan kalimat barusan. Dia tiba-tiba saja teringat dengan cerita Elian tadi. "Aku tidak suka rambut panjang, karena pasti akan rontok setelah dijambak." Itu yang dikatakan Elian tadi, dan tentu saja membuat Sebastian berang. Belum lagi ditambah dengan cerita Elian saat Lucien mulai senang membakar dirinya. Bukan dengan lelehan lilin panas, tapi dengan api sungguhan. Mengingat ceritanya saja membuat Sebastian mual, apalagi Elian yang mengalami semuanya. "Rasanya aku jadi mau bunuh orang," gumam Sebastian dengan rahang yang mengeras, akibat menahan amarah. "Tapi kalau begitu, nanti Elian bisa jadi istri pembunuh dan aku aku tidak mau itu terjadi."

Sebastian melirik ke arah ruangan open space yang ada di lantai dua. Tempat yang biasa digunakan sosial media specialist dan tim promosi untuk bekerja dengan cukup santai. Namun, jelas hal itu mengundang tanya di kepala beberapa orang yang sedang kerja. "Maaf, tapi apa ada masalah lagi?" Seseorang akhirnya memberanikan diri bertanya, bahkan mendekat ke arah Sebastian. Lelaki berkacamata yang terlihat sedikit lebih muda dari Sebastian. "Masalah? Masalah apa yang kau maksud?" tanya Sebastian dengan kening berkerut. "Lexi mungkin?" Orang tadi kembali bertanya. "Apalagi belakangan ini dia berulah kan?" Dengusan Sebastian terdengar sangat jelas. Yang dikatakan lelaki di depannya memang benar, tapi jujur dia kesal juga. Entah kenapa, kali ini Sebastian merasa kesal tanpa alasan yang jelas. "Dia memang tukang onar, tapi aku tidak ada hubungan lagi dengannya, Gerald." Sebastian menjelaskan penuh keyakinan. "Kau sudah tahu kalau proyek Lexi ditunda kan?" "Kau tidak bisa sembaran

"Apa yang terjadi dengan bibir kalian berdua?" tanya Pierre dengan sebelah alis terangkat. "Tidak ada apa-apa." Sebastian yang menjawab dengan senyum lebar, juga tak lupa mengusap pelan bibirnya yang terlihat memerah. "Tadi aku tidak sengaja gigit." "Kau tidak sengaja gigit di bagian itu?" Pierre makin menaikkan alisnya, begitu pula dengan senyuman yang makin merekah. "Tidak kejauhan?" Sebastian hanya bisa tersenyum. Dia tentu saja tidak bisa membalas apa pun, karena Elian mencubit punggungnya. Tanda agar dia tidak boleh bicara yang aneh-aneh. "Lantas, kalau Elian bibirnya kenapa?" Tentu saja Pierre tidak akan membiarkan yang empunya nama lolos, walau sejak tadi Elian menunduk. "Kok bengkak." "Tadi ada nyamuk yang gigit," jawab Elian refleks, bahkan nyaris tanpa berpikir. "Aku garuk karena gatal dan akhirnya jadi bengkak." Sayangnya, Pierre tidak puas dengan jawaban itu. Dia bahkan berdecak pelan, sambil menggelengkan kepala. "Padahal kalian bisa jujur saja kalau habis ci