Di ruangan klub sosial kampus yang megah, tirai krem bergoyang lembut tertiup angin dari jendela yang terbuka. Aroma teh melati memenuhi udara, namun suasana di dalam jauh dari kata tenang. Lucia menatap layar ponselnya dengan mata membulat, jemarinya yang biasanya halus kini menggenggam perangkat itu begitu erat hingga buku jarinya memutih. Di layar, potongan video berputar jelas, menampilkan dirinya kemarin sore di pelataran kampus. Ia tampak menahan Karin yang hendak pulang, suaranya tinggi, nadanya menuntut. Sementara itu, Karin hanya berdiri diam, ekspresi tenang dengan tatapan dingin yang tidak bisa ditafsirkan. Tidak ada yang perlu dijelaskan lebih jauh, video itu berbicara sendiri. Komentar demi komentar memenuhi layar, bergulir tanpa henti: “Ternyata bukan Karin yang mulai, ya?” “Tunggu, kok kayaknya Lucia sengaja jatuh?” “Lihat deh ekspresinya, terlalu dibuat-buat.” “Karin nggak nyentuh dia, tapi kenapa Lucia bisa teriak kayak gitu?” “Dulu aku percaya Lu
Last Updated : 2025-10-03 Read more