Lusi terdiam, ia merasa seluruh tubuhnya panas. Antara malu, marah, bingung, dan tersentuh. Aron kembali mendekat, berhenti tepat di depan Lusi. “Aku tanya,” katanya pelan, “apa kamu merasa kamu nggak cukup buat aku?” Lusi menunduk. “…Iya.” “Dan karena itu kamu nyuruh aku sama Gabriella.” Lusi mengangguk. Aron tertawa pendek. “Kamu tahu nggak, itu nyakitin banget.” Lusi mendongak cepat. “Maaf… saya nggak bermaksud—” “Yang bikin makin sakit,” Aron memotong, “kamu bahkan nggak nanya perasaanku gimana? Kamu paham gak sih, aku berkali-kali bilang kalo aku maunya kamu.” Lusi menggigit bibir bawah, ia tidak punya jawaban. Ia masih sakit hati dengan Aron, tapi ia juga sadar bahwa ia menyakiti prrasaan pria itu. Aron mengusap tengkuknya yang tegang. “Gabriella itu baik. Cantik, pintar, keluarganya cocok sama keluargaku. Tapi aku…” Ia menatap Lusi intens. “…nggak pernah merasakan apa pun ke dia.” Lusi terdiam, tapi hatinya terguncang. Tanpa sadar air mata mengalir di pipiny
Last Updated : 2025-12-12 Read more